Senin, 25 Juni 2012

MUSKULOSKELETAL 2


STEP 1:
  • Hipestesi           :penurunan kepekaan secara abnormal terhadap rangsangan, biasanya sentuhan / rabaan
  • Hiporefleksi     :penurunan aktifitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulus suatu rangsangan yang normal
  • Reflex patologi             :aktifitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulus suatu rangsangan secara abnormal
  • EMG                     : elektro mielografi ( alat untuk mengetahui kualitas kontraksi otot )
  • Reflex fisiologis            : aktifitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulus suatu rangsangan secara normal

STEP 3:

Otot
Anatomi otot
Otot dibagi menjadi 2:
  • Superior:
Otot punggung
Otot dada
Otot bahu
Otot lengan atas
Otot lengan bawah
Otot tangan
  • Inferior:

Otot otot pangkal paha
Otot otot tungkai atas
Otot otot tungkai bawah
Lapisan dari perifer ke central: sarkolema (membrane pelapis otot), sarkoplasma, plasma sel, inti sel,

HISTOLOGY OTOT
Ada 3:
Ø  Otot lurik
Inti sel di pinggir
Bekerjanya secara sadar / volunter
Terletak melekat pada tulang
Ø  Otot jantung
Inti selnya ditengah
Bekerja secara tidak sadar( involunter)
Terletak di jantung
Ø  Otot polos
Inti selnya di tengah
Bekerjanya secara tidak sadar
Terletak di alat bagian dalam


FISIOLOGIS OTOT
ü  Kontraksi
ü  relaksasi


KELAINAN OTOT:
Macam – macam kelainan otot :

  1. SGB (syndrome Guillain Barre)

Definisi:
Suatu kelainan system saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer yang biasanya timbul setelah terkena innfeksi

Manfes:
Kesemutan, kelemahan otot kaki dan ex. Atas batang tubuh dan wajah

Etiologi:
infeksi virus, bakteri, gangguan endokrin

Patofisiologi:
Infeksi agenàserabut myelin di sarkoplasma à antibody terbentuk à berikatan dengan virus à ikatan tersebut menyebabkan serabut myelin rusak à infeksi àimunitas humoral diaktifkan = sel T , memproduksi limfosit è masuk ke saraf peifer dan terbentuk makrofag àmakrofag mengeliminasi (myelinisasi) dan hambatan penghantar implus saraf àSGB

Penatalaksanaan:

  1. Poliomyelitis

Definisi:
Infeksi yang disebabkan virus polio pada saluran pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerap susunan saraf pusat melalui peredaran darah

Etiologi:
Virus polio vino

Patofisiologi:
Virusà tertelanàsal. Pencernaanàdiusus terjadi infeksiàdi usus virus bereplikasià virus masuk pembuluh darah di ususàmenuju kesaraf pusat tlg belakangàmerusak sel saraf motorikàmotorik otot tidak sampai ke efektoràlumpuh layu

Penatalaksanaan:


  1. DMD (duchenne muscular distrofi)

Definisi:
Kelainan otot yang disebabkan oleh kelemahan otot yang didalamnya terdapat jumlah sel yang berkurang

Etiologi:
Genetic (terpaut kromosom 'X' tidak adanya protein ……. )

Patofisiologi:

Penatalaksanaan:

  1. BMD ( becker muscular distrofi)

Definisi:

Etiologi:
Genetic (terpaut kromosom 'X' )

Patofisiologi:

Penatalaksanaan:

  1. Miastenia Gravis

Definisi
Etiologi
Patofisiologi

Penatalaksanaan

mengapa kekuatan otot melemah?
Mengapa terjadi kelemahan anggota gerak bawah?
Mengapa terjadi kelumpuhan pada otot wajah?
Mengapa hiporefleksi?
Mengapa Hipestesi?
Mengapa dilakukan pemeriksaan darah , urin, dan EMG?
Patofis kelemahan otot
Factor yang mendasari kelemahan otot
Kelemahan drajat otot
Pemeriksaan lab n alasan
Gejala tanda
DD
Mekanisme kontraksi otot dan energy terkait
Metabolism

Step 4

Step 7:

Otot
Anatomi otot
Otot dibagi menjadi 2:
Superior:
ü  Otot punggung
§  m. trapezius
§  m. latissimus dorsi
§  m. levator scapulae
§  m. rhomboideus major
§  m. rhomboideus minor

ü  Otot dada
§  m. subclavius
§  m. serratus anterior
§  m. pectoralis major
§  m. pectoralis minor

ü  Otot bahu
§  m. deltoideus
§  m. subscapularis
§  m. supraspinatus
§  m. infraspinatus
§  m. teres major
§  m. teres minor

ü  Otot lengan atas
§  M. COracobrachialis
§  M. BIceps brachii
§  M. BRAchialis
§  M. TRIceps brachii
§  M. ANconeus



Otot lengan bawah

Kelompok radiodorsal:

Stratum superficial

Terletak di sebelah radial:
M. brachioradialis
M. EXtensor CARpi RADialis LONGus
M. EXtensor CARpi RADialis BREVis

Letaknya intermediate:
M. EXtensor DIGitorum
M. EXtensor DIGiti MINimi

Terletak di sebelah ulnar:
M. EXtensor CARpi ULnaris

Stratum profundal
M. SUPinator
M. ABduktor POLicis LONGus
M. EXtensor policis BREVis
M. EXtensor policis LONGus
M. EXtensor INdicis

Kelompok ulnovolar:

Stratum superficial:
M. PROnator TERes
M. FLEXor CARpi RADialis
M. PALmaris LONGus
M. FLEXor CARpi ULnaris

Stratum mediale:
M. flexor digitorum superficial

Stratum profundal:
M. flexor digitorum profundus
M. flexor policis longus
M. pronator quadratus

Inferior:

Otot otot pangkal paha
Otot otot tungkai atas
Otot otot tungkai bawah
Lapisan dari perifer ke central: sarkolema (membrane pelapis otot), sarkoplasma, plasma sel, inti sel,

Histology otot

Terdiri dari 3 jaringan otot :
Otot Lurik
Sel berbentuk silindris , panjang > 4cm, inti sel lebih dari Satu
Sebagian besar sarkoplasma terisi oleh myofibril
Inti oval terletak dipinggir sel
>> myoglobin
>Glikogen

Dengan mikroskop cahaya :
Pita gelap : A
Pita terang : I
Z line : garis yang membagi I bands
Sarkomer

Otot Jantung
Dgn mikroskop :
tampak bergaris Serabut otot tdk membentuk sinsitium
Panjang sel 80 µm dan ø 15 µm
Nukleus satu, bulat, letak ditengah
Cardiac myoctes bercabang
Pada potongan tranversal ukuran sel tidak sama

Sambungan antar sel membentuk intercalated disc
Otot Polos
Bentuk fusiform, panjang ± 0.2 mm, ø 5-6 µm
Punya satu inti terletak ditengah
Dibawah mikroskop cahaya tidak tampak bergaris
Myofilamen <<
Tersusun dlm lapisan sel ( bagian tebal sel berdampingan dgn ujung sel disebelahnya)
Jenis otot polos : Multi unit dan Single unit ( gap junction)



Otot lurikOtot polosOtot jantungBentukSilindris, bercabanggelondongSilindrisInti selInti banyak, di tepiInti 1 di tengahInti banyak, di tengahTempat melekatDi rangkaOrgan pencernaanjantungCara kerjasadarTidak sadarTidak sadar


Fisiologis otot


Fisiologis otot

Kontraksi

  1. POTENSIAL AKSI berjalan sepanjang saraf motorik  ujung serabut otot
  2. Di Ujung  Saraf mensekresi ASETILKOLIN
  3. Asetilkolin MEMBUKA KANAL "GERBANG ASETILKOLIN" melalui molekul2 protein terapung pada membrane
  4. Kanal terbuka  ion Na masuk ke bag. dalam membrane  potensial aksi pada membrane
  5. POTENSIAL AKSI  Depolarisasi membrane otot  Retikulum Sarkoplasma melepas ion Ca
  6. Ion Ca MENARIK FILAMEN AKTIN & MIOSIN  filament bergeser  KONTRAKSI

relaksasi
  1. -1 Detik  Ion Ca dipompa lagi ke dalam Retikulum Sarkoplasma
  2. oleh POMPA MEMBRAN Ca++  Disimpan
  3. Pengeluaran Ion Ca dari myofibril ini  KONTRAKSI OTOT TERHENTI

---FISIOLOGI KEDOKTERAN, GUYTON ED -11 ---




Diagnosis defferensial Kelainan otot:

SGB (syndrome Guillain Barre)

GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa.

Penyebab
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara

Patagonesis dan Patofosiologi
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.

Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.

Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.




Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.

Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).

Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer.

GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.
Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
 1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai 'titik nadir'. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.

 2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.

 3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
 1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.
 2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.
 3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
 4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
 5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.
 6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff's (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.

Diagnosis
 * Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya gangguan fungsi saraf perifer, yakni motorik, sensorik, dan otonom. Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan motorik yang bervariasi, dimulai dari ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan otot-otot pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien menyadari adanya kelemahan pada tungkainya, seperti halnya 'kaki karet', yakni kaki yang cenderung tertekuk (buckle), dengan atau tanpa disestesia (kesemutan atau kebas).

 * Umumnya keterlibatan otot distal dimulai terlebih dahulu (paralisis asendens Landry),1 meskipun dapat pula dimulai dari lengan. Seiring perkembangan penyakit, dalam periode jam sampai hari, terjadi kelemahan otot-otot leher, batang tubuh (trunk), interkostal, dan saraf kranialis.

 * Pola simetris sering dijumpai, namun tidak absolut. Kelemahan otot bulbar menyebabkan disfagia orofaringeal, yakni kesulitan menelan dengan disertai oleh drooling dan/atau terbukanya jalan nafas, serta kesulitan bernafas.

 * Kelemahan otot wajah juga sering terjadi pada GBS, baik unilateral ataupun bilateral; sedangkan abnormalitas gerak mata jarang, kecuali pada varian Miller Fisher.

 * Gangguan sensorik merupakan gejala yang cukup penting dan bervariasi pada GBS. Hilangnya sensibilitas dalam atau proprioseptif (raba-tekan-getar) lebih berat daripada sensibilitas superfisial (raba nyeri dan suhu).1 Sensasi nyeri merupakan gejala yang sering muncul pada GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam (deep aching pain) pada otot-otot yang lemah, namun nyeri ini terbatas dan harus segera diatasi dengan analgesik standar. dan arefleksia. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu umumnya ringan; bahkan Disfungsi kandung kencing dapat terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien; bila gejalanya berat, harus dicurigai adanya penyakit medulla spinalis. Tidak dijumpai demam pada GBS; jika ada, perlu dicurigai penyebab lainnya. Pada kasus berat, didapati hilangnya fungsi otonom, dengan manifestasi fluktuasi tekanan darah, hipotensi ortostatik, dan aritmia jantung.


Pemeriksaan penunjang
 1. Cairan serebrospinal (CSS) Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mm

 2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG) Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

 3. EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.

 4. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.

 5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.

 6. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.

 7. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).

 8. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

Diagnosis GBS umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis dan beberapa temuan klinis yang didukung oleh pemeriksaan elektrofisiologis dan cairan serebrospinal (CSS),

 Kriteria Diagnostik untuk Sindroma Guillain-Barre
Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis
 * Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih
 * Arefleksia

Temuan klinis yang mendukung diagnosis :
 * Gejala atau tanda sensorik ringan
 * Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf kranial lainnya
 * Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti
 * Disfungsi otonom
 * Tidak adanya demam saat onset
 * Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu
 * Adanya tanda yang relatif simetris

Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:
 * Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/μl
 * Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya atau terbloknya hantaran saraf


Diagnosis Banding
GBS harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:

 1. Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.

 2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski

 3. Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

 4. Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan diplopia13 disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.

 5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.

 6. Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta.

 7. Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.

 8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.

 9. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.

 10. Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

Daftar Pustaka

1.       Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor's Principles of neurology. 7th edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87.

2.        Arnason Barry GW. Inflammatory polyradiculoneuropathies. In: Dyck PJ, Thomas PK, Lambert EH. Peripheral neuropathies. Vol. II. USA: W. B. Saunders Company; 1975. p.1111-48. Guillain-Barre Syndrome. [Update: 2009]. Available from: http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm.

3.      Guillain-Barré Syndrome. [update 2009]. Available from: http://bodyandhealth.canada.com/condition_info_popup.asp channel_id=0&disease_id=325&section_name=condition_info.

4.      Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Editors. Neurology in clinical practice: the neurological disorders. 2nd edition. USA: Butterworth-Heinemann; 1996. p.1911-16.

5.      Gilroy John. Basic neurology. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Inc.; 1992. p.377-378.

6.      Guillain-Barré Syndrome. Available from: http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm

7.      Gutierrez Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in neurorehabilitation. In: Selzer ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW, Gage FH. Textbook of neural repair and rehabilitation Vol. II: Medical neurorehabilitation. UK: Cambridge University Press; 2006. p.49-55.

Poliomyelitis

Definisi
Poliomielitis merupakan suatu penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran pencernaan dan pernapasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Poliomielitis dapat disebabkan oleh virus tt (Brunchilde), tipe II (Lansing) dan tipe III (Leon).
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

Etiologi
Virus poliomielitis mempunyai predileksi pada sel-sel kornu anterior, sumsum tulang belakang dan batang otak yang akan menyebabkan kerusakan sel-sel saraf dan terjadi paralisis jenis lower motor neuron yang
bersifat flaksid dengan sensibilitas yang normal. Jumlah kerusakan dari motor unit akan memberikan gambaran beratnya kelumpuhan.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

Patologi


Klasifikasi
Dari segi klinis, poliomielitis dibagi atas dua tipe, yaitu:
Tipe bulbar :Tipe ini lebih jarang ditemukan dan yang terkena adalah batang otak.
Bentuk spinal : Merupakan bentuk yang lebih sering ditemukan. Kelainan spinal merupakan kelainan yang akan
memberikan komplikasi ortopedi.

Manifestasi klinis
Terutama ditemukan pada anak-anak di bawah 5 tahun tetapi kadang-kadang dapat ditemukan pada anak
remaja.

Penyakit berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:
  1. Fase inkubasi
Biasanya berakhir setelah 2 minggu.
  1. Fase gejala umum
influensa
nyeri kepala
rasa nyeri tulang belakang dan anggota gerak
malaise
gejala-gejala mencret berlangsung sampai dengan 3 hari.

  1. Fase paralisis mendadak
Fase ini berlangsung 3 hari sampai paling lama 2 bulan. Paralisis berlangsung sangat cepat biasanya beberapa jam sampai dengan 2 bulan. Variasi gejala paralisis tergantung dari bentuk kerusakan sel-sel saraf. Pada saat ini belum diperlukan tindakan khusus ortopedi.

Pengobatan yang diberikan meliputi:
Isolasi penderita
Perawatan dengan posisi yang menyenangkan
Pencegahan nyeri dan spasme otot
Pemberian obat-obat sedatif

Pencegahan deformitas dan kontraktur otot
Pada fase paralisis mendadak ini harus disingkirkan kelainan-kelainan lain yang menyerupai peny poliomielitis.

Fase penyembuhan
Parese atau paralisis dapat bersifat reversibel dan ireversibel.
Ada dua faktor yang mempengaruhi keadaan ini, yaitu:
Beratnya kelumpuhan pada masa permulaan
Distribusi kerusakan yang terjadi

Pengobatan yang diberikan meliputi:
Penilaian kelumpuhan otot secara cermat segera setelah nyeri otot menghilang atau akhir paralisis akut berakhir (setelah 2 bulan) yaitu dengan pemeriksaan gambaran kekuatan otot (muscle chart) setiap bulan dalam 4 bulan pertama, setiap 2 bulan dalam 8 bulan berikutnya dan setiap 4 bulan sekali dalam tahun kedua.
Fisioterapi : Mekanoterapi merupakan jenis fisioterapi yang paling bermanfaat pada kelainan ini dan berguna untuk mencegah kontraktur, reedukasi otot dan melatih penderita untuk berjalan.

Fase menahun atau fase paralisis residual
Pada fase menahun, pemulihan kekuatan otot sudah tidak diharapkan lagi apalagi bila penderita datang dengan tanpa pengobatan sebelumnya sehingga terdapat kontraktur terutama pada anggota gerak bawah yaitu pada panggul, lutut dan pergelangan kaki. Pada fase ini tindakan operatif bertujuan mengoreksi deformitas, mengembalikan keseimbangan otot dan stabilisasi sendi.

Pengobatan meliputi:
Tindakan operasi
Operasi-operasi yang dapat dilakukan misalnya koreksi kontraktur pada panggul, koreksi sendi lutut dan sendi pergelangan kaki, serta dapat dilakukan operasi pemindahan otot untuk mengembalikan fungsi otot yang lemah.

Pemakaian alat-alat penguat atau alat bantu anggota gerak berupa ortotiks atau penyangga.Pengobatan bertujuan agar penderita dapat berjalan sendiri dan mandiri.

Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

Diagnosis
Monoparesis / paraparesis flaksida dengan nyeri otot yang jelas
Tidak ada gangguan sensibilitas
Riwayat demam, nyeri kepala, ISPA/diare(+)

Tanda rangsangan meningeal

Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

Pemeriksaan penunjang:
Lab darah,urin,feses
Lab LCS: Protein meningkat, Pleiositis, glukosa normal

Isolasi virus dari feses/orofaring

Pedoman Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf

 Gambaran Klinis :

Terutama ditemukan pada anak-anak di bawah 5 tahun tetapi kadang-kadang dapat ditemukan pada anak
remaja.

Penyakit berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Fase inkubasi
 Biasanya berakhir setelah 2 minggu.

2. Fase gejala umum
influensa
nyeri kepala
rasa nyeri tulang belakang dan anggota gerak
malaise
gejala-gejala mencret berlangsung sampai dengan 3 hari.

 3. Fase paralisis mendadak
Fase ini berlangsung 3 hari sampai paling lama 2 bulan. Paralisis berlangsung sangat cepat biasanya beberapa jam sampai dengan 2 bulan. Variasi gejala paralisis tergantung dari bentuk kerusakan sel-sel saraf. Pada saat ini belum diperlukan tindakan khusus ortopedi.

Pengobatan yang diberikan meliputi:
Isolasi penderita
Perawatan dengan posisi yang menyenangkan
Pencegahan nyeri dan spasme otot
Pemberian obat-obat sedatif
deformitas dan kontraktur otot

Pada fase paralisis mendadak ini harus disingkirkan kelainan-kelainan lain yang menyerupai peny poliomielitis.

4. Fase penyembuhan
 Parese atau paralisis dapat bersifat reversibel dan ireversibel.
Ada dua faktor yang mempengaruhi keadaan ini, yaitu:
ü  Beratnya kelumpuhan pada masa permulaan
ü  Distribusi kerusakan yang terjadi

Pemulihan kelumpuhan otot dapat terjadi pada 3-6 bulan pertama dan masih dapat diharapkan sampai dengan 2 tahun. Hal ini juga merupakan patokan dalam pengobatan. Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam bidang ortopedi karena disamping pengobatan ortopedi dapat dilakukan juga pencegahan terjadinya deformitas.

Tujuan pengobatan pada fase penyembuhan yaitu:
Mengharapkan pemulihan maksimal fungsi otot
Mengembalikan dan mempertahankan ruang lingkup gerakan sendi umum
Mencegah deformitas
Mengoreksi dan mengembalikan keadaan fisiologis dari anggota gerak normal bila keadaan memungkinkan
Pengobatan yang diberikan meliputi:
Penilaian kelumpuhan otot secara cermat segera setelah nyeri otot menghilang atau akhir paralisis akut berakhir (setelah 2 bulan) yaitu dengan pemeriksaan gambaran kekuatan otot (muscle chart) setiap bulan dalam 4 bulan pertama, setiap 2 bulan dalam 8 bulan berikutnya dan setiap 4 bulan sekali dalam tahun kedua.

Fisioterapi

Mekanoterapi merupakan jenis fisioterapi yang paling bermanfaat pada kelainan ini dan berguna untuk mencegah kontraktur, reedukasi otot dan melatih penderita untuk berjalan.

Fase menahun atau fase paralisis residual
Pada fase menahun, pemulihan kekuatan otot sudah tidak diharapkan lagi apalagi bila penderita datang dengan tanpa pengobatan sebelumnya sehingga terdapat kontraktur terutama pada anggota gerak bawah yaitu pada panggul, lutut dan pergelangan kaki. Pada fase ini tindakan operatif bertujuan mengoreksi deformitas, mengembalikan keseimbangan otot dan sta



Miastenia Gravis

Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.

* Myasthenia gravis bisa diakibatkan dari kerusakan pada sistem kekebalan.
* Orang biasanya mengalami kelopak mata layu dan penglihatan ganda, dan otot biasanya menjadi lelah dan lemah setelah olahraga.
* Reaksi terhadap obat yang diberikan lewat infus membantu dokter memastikan apakah seseorang telah mengalami myasthenia gravis.
* Elektromiografi, tes darah, dan tes imaging diperlukan untuk memastikan diagnosa tersebut.
* Beberapa obat-obatan bisa meningkatkan kekuatan otot dengan cepat, dan lainnya bisa memperlambat kemajuan pada gangguan tersebut.

Myasthenia gravis lebih sering terjadi pada para wanita. Yang biasanya terjadi pada wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa mempengaruhi para pria atau wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama masa kanak-kanak.

Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel syaraf dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor acetylcholine sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui. Berdasarkan salah satu teori, kerusakan kelenjar thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar thymus bisa memerintahkan sel sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi yang menyerang acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap kelainan autoimun ini. sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.


PENYEBAB

Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung).

Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin. Pada beberapa kasus, bayi mengalami kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.

GEJALA

Peristiwa pada gejala-gejala yang memperburuk (exacerbation) adalah sering terjadi. Pada waktu yang lain, gejala-gejala kemungkinan kecil atau tidak ada.

Gejala-gejala yang paling sering terjadi adalah :

* Kelopak mata lemah dan layu.
* Otot mata lemah, yang menyebabkan penglihatan ganda.
* Kelemahan berlebihan pada otot yang terkena setelah digunakan.

Kelemahan tersebut hilang ketika otot beristirahat tetapi berulang ketika digunakan kembali.

Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki adalah sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Berubah-ubahnya pegangan ini disebut pegangan milkmaid. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.

Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini mengancam nyawa.

DIAGNOSA

Dokter menduga myasthenia gravis pada orang dengan peristiwa kelemahan, khususnya ketika mata atau otot wajah terkena atau ketika kelemahan meningkat dengan penggunaan pada otot yang terkena dan hilang dengan istirahat. Karena acetylcholine receptor rusak, obat-obatan yang meningkatkan acetylcholine bisa digunakan untuk membantu memastikan diagnosa. Edrophonium, disuntikkan melalui intravena, sangat sering digunakan. Orang diminta untuk melatih otot yang terkena sampai capai. Kemudian mereka diberikan obat. Jika secara sementara dan cepat memperbaiki kekuatan otot, didiagnosa myasthenia gravis adalah ha yang mungkin.

Tes diagnosa lainnya diperlukan untuk memastikan diagnosa. Mereka termasuk electromyography (perangsangan otot, kemudian merekam kegiatan listrik mereka) dan tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap acetylcholine receptor dan kadangkala antibodi lain hadir pada orang dengan gangguan tersebut. Tes darah juga dilakukan untuk memeriksa gangguan lain. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) pada dada dilakukan untuk menilai kelenjar thymus dan untuk memastikan apakah thymoma ada.

PENGOBATAN

Obat-obatan kemungkinan digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan dengan cepat atau untuk menekan reaksi autoimun dan memperlambat kemajuan gangguan tersebut.

Obat-obatan yang meningkatkan jumlah acetylcholine, seperti pyridostigmine (diminum), bisa meningkatkan kekuatan otot. Kapsul beraksi lama tersedia untuk malam hari digunakan untuk membantu orang yang mengalami kelemahan berat atau kesulitan menelan ketika mereka bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap menyesuaikan dosis tersebut, yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan. Meskipun begitu, dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang sulit untuk dibedakan dari penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan obat-obatan ini bisa berkurang dengan penggunaan jangka panjang. Peningkatan kelemahan, yang kemungkinan disebabkan penurunan keefektifan obat tersebut, harus diteliti oleh dokter dengan keahlian mengobati myasthenia gravis.

Efek samping yangs sering terjadi pada pyridostigmine termasuk kram perut dan diare. Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada saluran pencernaan, seperti atropine atau propantheline, kemungkinan diperlukan untuk menetralkan efek ini.

Untuk menekan reaksi autoimun, dokter bisa juga meresepkan kortikosteroid, seperti prednison, atau immunosuppressant, seperti cyclosporine atau azathioprine. Obat-obatan ini diminum. Kebanyakan orang membutuhkan untuk menggunakan kortikosteroid dengan tidak terbatas. Ketika kortikosteroid mulai diminum, gejala-gejala awalnya bisa memburuk, tetapi kemajuan terjadi dalam beberapa bulan. Dosis tersebut kemudian dikurangi hingga dosis minimum yang masih efektif. Kortokosteroid, ketika digunakan untuk waktu yang lama, bisa memiliki efek samping ringan atau berat. Dengan demikian, azathioprine kemungkinan diberikan sehingga kortikosteroid tersebut bisa dihentikan atau dosisnya dikurangi. Dengan azathioprine, perbaikan memerlukan waktu sekitar 18 bulan.





PENYEBAB KELEMAHAN OTOT

Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal yang menonjol adalah berkurangnya kekuatan otot. kelemahan otot disebabkan oleh terhambatnya atau terhentinya konduksi saraf dari spinal cord ke neuromusculo junction, yang satuannya disebut motor unit.

Satu motor unit adalah beberapa serat otot yang mendapatkan inervasi oleh satu motor neuron (Fredericks et all 1996).

Saraf yang menginervasi motor neuron berasal dari akar saraf tulang belakang. Satu akar saraf bisa menginervasi ribuan motor neuron. Sebaliknya satu otot mungkin disarafi oleh beberapa motor neuron yang berasal dari beberapa akar saraf tulang belakang (Martini 1998).

Jadi bila ada satu akar saraf mengalami gangguan, maka sebagian serabut otot tidak mendapatkan inervasi; sedangkan serabut otot yang mendapat innervasi dari akar saraf lain masih mendapatkan konduksi saraf.

Kelumpuhan (plegia) terjadi akibat banyaknya motor unit, atau semua, dalam satu otot yang tidak terkonduksi, sehingga otot tersebut tidak bisa dikontraksikan.

kelemahan (parese) terjadi akibat hanya sebagian motor unit dalam satu otot yang masih terkonduksi saraf, sehingga masih mampu untuk mengkontraksikan otot tersebut. Oleh karena hanya sebagian serabut otot yang terinervasi yang bekerja untuk menggerakkan satu otot, penderita GBS lebih cepat lelah.

Selanjutnya bila otot tidak bisa berkontraksi berarti bagian badan tersebut tidak bergerak. Bila hal ini terjadi dalam kurun waktu lama, yang akan terjadi bukan hanya kekuatan otot yang terganggu, tetapi juga akan terjadi pemendekan otot, dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS).

Jadi akibat berkurangnya konduksi saraf, akan mengurangi jumlah motor unit yang bekerja, bahkan mungkin tidak ada sama sekali, sehingga kelemahan otot atau lumpuh sama sekali, dan akan terjadi pemendekan otot, dan pada akhirnya keterbatasan LGS.

(http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=7)

PATOFISIOLOGI

Auto imun :
Diawali oleh infeksi yang akhirnya timbul proses autoimun selular terhadap jaringan sitem saraf – saraf perifer. Akhirnya proses imunitas ini menyebabkan demielinisasi segmental, dimana myelin terkelupas dari aksonnya. Lesi ini terbatas pada segmen proksimal dan redix spinalis.

Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A. Biokimia Harper: Dasar Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri

Factor yang mendasari kelemahan otot

ü  UMN (parase) à kaku
ü  Disebabkan lesi pada medulla spinalis
ü  LMN (parase) àlumpuh layu
ü  Disebabkan motor neuron
ü  Medulla Spinalis (tetra parese)


Kelemahan drajat otot

Parese

Kelemahan /kelumpuhan parsial / tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.

Parese pada anggota gerak dibagi :

:•Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah.•Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.•Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

Tetraparese

Kelumpuhan atau kelemahan yang disebabkan oleh trauma atau penyakit pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakannya :

a.Tetrapares spastikTetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b.Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni


DeRAJAT OTOT

Derajat 5 : Kekuatan normal

Seluruh gerakan dapat dilakukan otot tersebut dengan tahan maksimal dari pemeriksa yang dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat kelelahan.

Derajat 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melayang gaya berat dan juga melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.

Derajat 3 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat, tetapi tidak tidak dapat melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.

Derajat 2 : Otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan.(kesamping)

Derajat 1 : Kontraksi otot minimal dapat terasa atau teraba pada otot bersangkutan tanpa mengakibatkan gerak

Derajat 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Parlise total




Pemeriksaan lab dan alasan

  • Darah : untuk mengetahui kadar immunoglobulin dalam darah dan juga kadar leukosit(eusinofil tidak terbentuk sempurna).
  • Urin: untuk mengetahui adakah peningkatan kadaar protein dalam darah
  • EMG: untuk mengetahui daya hantar saraf terhadap otot (membedakan jenis kelemahan ototnya)

Sumber: Kelainan gerak FK UNDIP


Gejala tanda kelamahan otot

Gejala pada kelemahan motorik meliputi kelemahan distal maupun proksimal, atau kelemahan yang lebih fokal. Kelemahan distal termasuk gangguan koordinasi tangan, kesulitan mengerjakn tugas (membuka kancing baju atau memutar anak kunci), floot slapping, jari ibu jari lecet, dan sering tersandung (frequent tripping). Gejala kelemahan otot proksimal, seperti kesulitan turun tangga, kesulitan bangkit dari duduk, mudah terjatuh dan kesulitan mengangkat tangan melewati bahu.



Mekanisme kontraksi otot dan energy terkait

Apabila konsentrasi kalsium dalam sarkoplasma meningkat, aktin akan dilepaskan aktin akan dilepaskan sehingga terjadi ikatan silang aktin-miosin yang mengakibatkan pemendekan miofilamen. Pemendekan berlangsung terus menerus sampai kalsium dipompakan kembali secara aktif ke reticulum sarkoplasmik, dan memutuskan ikatan silang aktin-miosin dan terjadi relaksasi.

Baik kontraksi maupun relaksasi otot merupakan proses aktif yang membutuhkan kadar elektrolit dan adenosine trifosfat (ATP) yssng normal. Natrium/na, kalium/k, kalsium/ca dan magnesium/mg sangat berperan pada fungsi ATPase sgsr dspst bekerja efektif bagi kontraksi dan relaksasi serabut otot. Na dan k berperan menjaga polaritas sarkolema, sedangkan ATPase uang berfungsi mengatur ikatan silang aktin-miosin sangat bergantung pada mg. juda tergantung ca, dia memompa ca dari sarkoplasma ke reticulum sarkoplasmik sehingga memungkinkan terjadinya relaksasi otot, fosfor juga penting pada kontraksi otot karena berperan dalam pembentukan energy yang terikat dalam ATP.
IPD jilid 2 edisi IV 2006




SUMBER ENERGI SEBENARNYA yang digunakan untuk kontraksi otot adalah ADENOSIN TRIFOSFAT (ATP)

Sebagian besar energy digunakan untuk menjalnkan " Walk – Along Mechanisme", tetapi sejumlah kecil energy digunakan untuk :
Memompa ion Ca kedalam Retikulum Sarkoplasma setelah kontraksi otot berakhir.
Memompa ion Kalium & Natrium melalui membrane serabut otot untuk mempertahankan lingkungan ionic yang cocok untuk pembentukan potensial aksi serabut otot.

Konsentrasi ATP di dalam serabut otot, +/- 4milimolar  untuk kontraksi penuh hanya selama 1-2 detik.

ATP tersebut dipecah untuk membentuk ADP yang memindahkan energy dari molekul ATP ke perangkat kontraksi serabut otot.

Lalu, ADP mengalami refosforilasi lagi untuk membentuk ATP baru sepersekian detik lagi.

0 komen:

Posting Komentar