Selasa, 10 Juli 2012

MUSKULOSKELETAL 4


    Macam-macam fraktur ?

Jenis Fraktur :
Lokasi
·         Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
Luas
·         Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tidak lengkap (inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.

Konfigurasi
·         Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal (mendatar), oblik  (miring), atau spiral (berpilin/memuntir seputar batang tulang). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick. Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut kompresi.

Hubungan antar bagian yang fraktur
·         Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced) atau terpisah jauh (displaced).

Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar
·         Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).

 
KLASIFIKASI

1. Berdasarkan garis fraktur

a. Fraktur komplit
Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang

b. Fraktur inkomplit
Garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang

-       Greenstick fracture: bila menegenai satu korteks dimana korteks tulangnya sebagian masih utuh juga periosteum akan segera sembuh dan segera mengalami remodeling kebentuk normal

2. Fraktur menurut jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi

a.       Fraktur comminute: banyak fraktur/fragmen kecil tulang yang terlepas

b.       Fraktur segmental: bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan keadaan ini perlu terapi bedah

c.       Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.

3. Fraktur menurut posisi fragmen

a.       Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.

b.       Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang disebut juga dislokasi fragmen.

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar

a. Fraktur terbuka (open fracture/compoun frakture)

Fraktur terbuka karena integritas kulit robek/terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.

Fraktur terbuka ini dibagi menjadi tiga berdasarkan tingkat keperahan:

-       Derajat I: robekan kulit kurang dari 1 cm dengan kerusakan kulit/jaringan minimal.

-       Derajat II: luka lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, fraktur merobek kulit dan otot.

-       Derajat III: kerusakan/robekan lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan jaringan otot, saraf dan tendon, kontaminasi sangat besar dan harus segera diatasi

b. Fraktur tertutup (closed fracture/simple fracture)

Frakture tidak kompkleks, integritas kulit masih utuh, tidak ada gambaran tulang yang keluar dari kulit.

5. Fraktur bentuk fragmen dan hubungan dengan mekanisme trauma
a.       Fraktur transversal (melintang), trauma langsung
Garis fraktur tegak lurud, segmen tulang yang patah direposisi/direduksi kembali ketempat semula, segmen akan stabil dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.

b.       Fraktur oblique; trauma angulasi
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.

c.       Fraktur spiral; trauma rotasi
Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstrimitas, menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

d.       Fraktur kompresi; trauma axial flexi pada tulang spongiosa
Fraktur terjadi karena ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

e.       Fraktur avulsi; taruma akibat tarikan (fraktur patela)
Fraktur memisahkan suatu fragmen tulang tempat insersi tendon atau ligamen.

6. Fraktur patologi
Terjadi pada daerah yang menjadi lemah oleh karena tumor atau prose patologik lainnya.
Black (1997). Medical surgical nursing. Philadelpia: WB Saunders Company



KLASIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:

a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.
2) Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).

b. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar,
meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit.

c. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek
2) Transverse yaitu patah melintang
3) Longitudinal yaitu patah memanjang
4) Oblique yaitu garis patah miring
5) Spiral yaitu patah melingkar

d. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
b) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
c) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
d) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.

3.       Etiologi fraktur ?

ETIOLOGI

        I.            Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu
      II.            Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
    III.            Proses penyakit: kanker dan riketsia
    IV.            Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakan
      V.            Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)
Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi
   Patofisiologi fraktur ?


Patofisiologi:
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang tulang.
 Yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.

Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC




PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.

Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.


PATOFIS
Barbara C. Long menguraikan bahwa ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik.
Sedangkan kerusakan pada system persarafan, akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah yang cidera.
Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma atau mecuatnya fragmen tulang yang patah. Apabila kulit robekan luka memiliki hubungan dengan tulang yang patah maka dapat mengakibatkan kontaminasi sehingga resiko infeksi akan sangat besar.

Gambaran klinis fraktur ? 

MANIFESTASI KLINIK

-       Edema/pembengkakan
-       Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung pada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan pada daerah fraktur.
-       Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
-       Deformitas
-       Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
-       Kehilangan fungsi
-       Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka

Aktivitas
Tanda          :
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)

Sirkulasi
Tanda          :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, ansietas)
Hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stres, hipovolemia)
Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera
Pengisian kapiler lambat
Pucat pada bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera

Neurosensori
Gejala          :
Hilangnya gerakan/sensasi
Spasme otot
Kebas/kesemutan (parestesis)

Tanda          :
Deformitas lokal
Angulasi abnormal
Pemendekan
Rotasi
Krepitasi
Spame otot
Terlihat kelemahan/hilang fungsi
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas/trauma)

Nyeri/kenyamanan
Gejala          :
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang dengan imobilisasi)
Tidak ada nyeri karena kerusakan syaraf
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)

Keamanan
Tanda          :
Laserasi kulit
Avulsi jaringan
Perdarahan
Perubahan warna
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi

 Pemeriksaan fraktur ?

PENGKAJIAN

Riwayat Penyakit :
 Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit lainnya.

Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi (look)
 Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)
 Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
 Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.


Pemeriksaan Penunjang :
1.       Pemeriksaan radiologis (rontgen),
 pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2.       Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
Darah rutin,
Faktor pembekuan darah,
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
Urinalisa,
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

3.       Pemeriksaan arteriografi
dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.


TEST DIAGNOSTIK

-       X Ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
-       Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
-       Hitung darah lengkap:
Ht: mungkin meningkayt (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
-       Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
-       Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati

Smeltzer, S. C. (2008). Medical Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC
  

     Penanganan fraktur ?
·         Proteksi diri

Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:

1. Mengurangi rasa nyeri,
 Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang  hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
 Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.

3. Membuat tulang kembali menyatu
 Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula
 Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.


PRINSIP-PRINSIP PENATALAKSANAAN

Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada waktu menangani fraktur:
a)      Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
-       Riwayat kecelakaan
-       Parah tidaknya luka
-       Diskripsi kejadian oleh pasien
-       Menentukan kemungkinan tulang yang patah
-       krepitus

b)      Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
-       Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
-    Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.

c)       Immobilisasi:Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk membantu tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.

d)      Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)

e)      Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
 
Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi

TINDAKAN PEMBEDAHAN
1.       ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
-       Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
-       Fraktur diperiksa dan diteliti
-       Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
-       Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
-    Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku

Keuntungan:
-       Reduksi akurat
-       Stabilitas reduksi tinggi
-       Pemeriksaan struktu neurovaskuler
-       Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
-       Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat
-       Rawat inap lebih singkat
-       Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian
-       Kemungkinan terjadi infeksi
-       Osteomielitis

2.       EKSTERNAL FIKSASI
-       Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
-       Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
-       Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang
-       Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
-       Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
Obsevasi letak pen dan area
Observasi kemerahan, basah dan rembes
Observasi status neurovaskuler distal fraktur
Black (1997). Medical surgical nursing. Philadelpia: WB Saunders Company

 Penyembuhan fraktur ?

TAHAP PENYEMBUHAN TULANG

1.       Tahap pembentukan hematom
dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.

2.       Tahap proliferasi
dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.

3.       Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen  tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus

4.       Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.

5.       Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
(Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi)

 Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur ?

ü  Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang.
ü  Lokalisasi dan konfigurasi fraktur . Lokalisasi fraktr memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Di samping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
ü  Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
ü  Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union
ü  Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang menganggu penyembuhan fraktur.
ü  Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union , kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
ü  Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik serupa periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
ü  Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
ü  Cairan sinovial. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
ü  10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan menganggu vaskularisasi.

Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC

Komplikasi jika fraktur tidak ditangani adekuat ?

Komplikasi :

Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.

Kompikasi Umum :
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak, tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).

Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
·         Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
·         Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
·         Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
·         Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
·         Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.
·         Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
·         Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
·         Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
·         Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
·         Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga mengganggu aliran darah.

KOMPLIKASI
  
1. Komplikasi awal
-       Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.
-       Emboli lemak
-       Trombo emboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest
-       Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik

2. Komplikasi lambat
-       Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang
-       Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis
-       Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk)
-       Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang .              

Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC


0 komen:

Posting Komentar