Macam-macam fraktur ?
Jenis Fraktur :
Lokasi
·
Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja
seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur
didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
Luas
·
Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan
tidak lengkap (inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.
Konfigurasi
·
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi
menjadi transversal (mendatar), oblik
(miring), atau spiral (berpilin/memuntir seputar batang tulang). Jika
terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif, jika satu
bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick. Fraktur
dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak
dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi
pada tulang belakang ) disebut kompresi.
Hubungan antar bagian yang fraktur
·
Antar bagian yang fraktur dapat masih
berhubungan (undisplaced) atau terpisah jauh (displaced).
Hubungan antara fraktur dengan
jaringan sekitar
·
Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka
(jika terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup
(jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan garis fraktur
a. Fraktur komplit
Garis patahnya melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
b. Fraktur inkomplit
Garis patahnya tidak melalui
seluruh penampang tulang
- Greenstick fracture: bila menegenai satu
korteks dimana korteks tulangnya sebagian masih utuh juga periosteum akan
segera sembuh dan segera mengalami remodeling kebentuk normal
2. Fraktur menurut jumlah dan
garis patah/bentuk/konfigurasi
a. Fraktur comminute: banyak
fraktur/fragmen kecil tulang yang terlepas
b. Fraktur segmental: bila garis patah
lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu ujung yang tidak memiliki
pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan keadaan ini perlu terapi bedah
c. Fraktur multipel: garis patah lebih dari
satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris
dan vertebra.
3. Fraktur menurut posisi
fragmen
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser):
garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih
utuh.
b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi
pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang disebut juga dislokasi fragmen.
4. Menurut hubungan antara
fragmen dengan dunia luar
a. Fraktur terbuka (open
fracture/compoun frakture)
Fraktur terbuka karena
integritas kulit robek/terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.
Fraktur terbuka ini dibagi
menjadi tiga berdasarkan tingkat keperahan:
- Derajat I: robekan kulit kurang dari 1
cm dengan kerusakan kulit/jaringan minimal.
- Derajat II: luka lebih dari 1 cm,
kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, fraktur merobek kulit
dan otot.
- Derajat III: kerusakan/robekan lebih
dari 6-8 cm dengan kerusakan jaringan otot, saraf dan tendon, kontaminasi
sangat besar dan harus segera diatasi
b. Fraktur tertutup (closed
fracture/simple fracture)
Frakture tidak kompkleks,
integritas kulit masih utuh, tidak ada gambaran tulang yang keluar dari kulit.
5. Fraktur bentuk fragmen dan
hubungan dengan mekanisme trauma
a. Fraktur transversal (melintang), trauma
langsung
Garis fraktur tegak lurud,
segmen tulang yang patah direposisi/direduksi kembali ketempat semula, segmen
akan stabil dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur oblique; trauma angulasi
Fraktur yang garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c. Fraktur spiral; trauma rotasi
Fraktur ini timbul akibat torsi
pada ekstrimitas, menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung
cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d. Fraktur kompresi; trauma axial flexi
pada tulang spongiosa
Fraktur terjadi karena ketika
dua tulang menumpuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra
dengan dua vertebra lainnya.
e. Fraktur avulsi; taruma akibat tarikan
(fraktur patela)
Fraktur memisahkan suatu fragmen
tulang tempat insersi tendon atau ligamen.
6. Fraktur patologi
Terjadi pada daerah yang menjadi
lemah oleh karena tumor atau prose patologik lainnya.
Black (1997). Medical surgical
nursing. Philadelpia: WB Saunders Company
KLASIFIKASI
FRAKTUR
Berikut ini
terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para
ahli:
a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur
komplit
Adalah
patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi
menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain
serta mengenai seluruh kerteks.
2) Fraktur
inkomplit
Adalah
patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang,
sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).
b. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar,
meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya
komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan
kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka
potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan
pembuluh darah, syaraf otot dan kulit.
c. Long (1996)
membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang,
sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek
2) Transverse yaitu patah melintang
3) Longitudinal yaitu patah memanjang
4) Oblique yaitu garis patah miring
5) Spiral yaitu patah melingkar
d. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur
berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
b) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
c) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
d) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen
tulang berjauhan dan memendek.
3.
Etiologi fraktur ?
ETIOLOGI
I.
Trauma langsung:
benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu
II.
Trauma tidak
langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
III.
Proses penyakit:
kanker dan riketsia
IV.
Compresion force:
klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi
tulang belakan
V.
Muscle (otot):
akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan
fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)
Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi
Patofisiologi:
Fraktur terjadi apabila
ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya
melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur
yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi
trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang tulang.
Yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada
tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat
keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak
langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan
pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan.
Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang sebelumnya
akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada
tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur
spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada
orang yang bertugas kemiliteran.
Price, S. A.
(1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta:
EGC
PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993)
serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks,
pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah
terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium
dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi
akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari
plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan
proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal
penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya
edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung
lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
PATOFIS
Barbara C. Long menguraikan bahwa ketika tulang patah, periosteum dan
pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya
(otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan
pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang
terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang
apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang
mengakibatkan syok neurogenik.
Sedangkan
kerusakan pada system persarafan, akan menimbulkan kehilangan sensasi yang
dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan
gerak oleh karena fungsi pada daerah yang cidera.
Kerusakan
pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma atau mecuatnya
fragmen tulang yang patah. Apabila kulit robekan luka memiliki hubungan dengan
tulang yang patah maka dapat mengakibatkan kontaminasi sehingga resiko infeksi
akan sangat besar.
Gambaran klinis fraktur ?
MANIFESTASI KLINIK
-
Edema/pembengkakan
- Nyeri:
spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung pada jaringan,
peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan pada daerah fraktur.
- Spasme
otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
- Deformitas
- Echimosis:
ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
- Kehilangan
fungsi
- Crepitasi:
pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka
Aktivitas
Tanda :
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri, ansietas)
Hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stres, hipovolemia)
Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera
Pengisian kapiler lambat
Pucat pada bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
Gejala :
Hilangnya gerakan/sensasi
Spasme otot
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda :
Deformitas lokal
Angulasi abnormal
Pemendekan
Rotasi
Krepitasi
Spame otot
Terlihat kelemahan/hilang fungsi
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas/trauma)
Nyeri/kenyamanan
Gejala :
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang dengan imobilisasi)
Tidak ada nyeri karena kerusakan syaraf
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
Keamanan
Tanda :
Laserasi kulit
Avulsi jaringan
Perdarahan
Perubahan warna
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi
Pemeriksaan fraktur ?
PENGKAJIAN
Riwayat Penyakit :
Dilakukan anamnesa untuk
mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat
berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang
dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat
penyakit lainnya.
Pemeriksaan
Fisik :
1. Inspeksi (look)
Adanya deformitas
(kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang
(pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan
(tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian
distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian
distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan
gerak pada daerah fraktur.
Pemeriksaan
Penunjang :
1.
Pemeriksaan
radiologis (rontgen),
pada daerah yang
dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan
lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan
distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang
cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan.
2.
Pemeriksaan
laboratorium, meliputi:
Darah rutin,
Faktor pembekuan darah,
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan
operasi),
Urinalisa,
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin
untuk kliren ginjal).
3.
Pemeriksaan
arteriografi
dilakukan jika dicurigai telah
terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
TEST DIAGNOSTIK
- X Ray: menentukan lokasi/luasnya
fraktur/trauma
- Scan tulang: menidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
- Hitung darah lengkap:
Ht: mungkin meningkayt
(hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh dari trauma multiple)
Peningkatan SDP: respon stres
normal setelah trauma
- Kreatinin: trauma otot meningkatkan
beban kreatinin untuk klirens ginjal
- Profil koagulasi: perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati
Smeltzer, S. C. (2008). Medical
Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC
Penanganan fraktur ?
·
Proteksi diri
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama
yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan
disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang
hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu
pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Seperti pemasangan
traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun
gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Tulang yang fraktur
akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam
waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi.
Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
PRINSIP-PRINSIP PENATALAKSANAAN
Ada
empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada waktu menangani
fraktur:
a)
Rekognisi:
menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di
rumah sakit.
- Riwayat kecelakaan
- Parah tidaknya luka
- Diskripsi kejadian oleh pasien
- Menentukan kemungkinan tulang yang patah
- krepitus
b)
Reduksi: reposisi
fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi
dua yaitu:
- Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan
tulang secara manual dengan traksi atau gips
- Reduksi terbuka: dengan metode insisi
dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi
dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c)
Immobilisasi:Setelah
fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk membantu tulang
pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.
d)
Retensi: menyatakan
metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut
selama penyembuhan (gips/traksi)
e)
Rehabilitasi:
langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan
fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya
kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi
TINDAKAN
PEMBEDAHAN
1. ORIF (OPEN
REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
- Insisi dilakukan pada tempat yang
mengalami cidera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur
- Fraktur diperiksa dan diteliti
- Fragmen yang telah mati dilakukan
irigasi dari luka
- Fraktur di reposisi agar mendapatkan
posisi yang normal kembali
- Sesudah
reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa; pin,
sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
- Reduksi akurat
- Stabilitas reduksi tinggi
- Pemeriksaan struktu neurovaskuler
- Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi
eksternal
- Penyatuan sendi yang berdekatan dengan
tulang yang patah menjadi lebih cepat
- Rawat inap lebih singkat
- Dapat lebih cepat kembali ke pola
kehidupan normal
Kerugian
- Kemungkinan terjadi infeksi
- Osteomielitis
2. EKSTERNAL
FIKSASI
- Metode alternatif manajemen fraktur
dengan fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur
lama
- Post eksternal fiksasi, dianjurkan
penggunaan gips.
- Setelah reduksi, dilakukan insisi
perkutan untuk implantasi pen ke tulang
- Lubang kecil dibuat dari pen metal
melewati tulang dan dikuatkan pennya.
- Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus,
antara lain:
Obsevasi
letak pen dan area
Observasi
kemerahan, basah dan rembes
Observasi
status neurovaskuler distal fraktur
Black (1997). Medical surgical
nursing. Philadelpia: WB Saunders Company
Penyembuhan fraktur ?
TAHAP
PENYEMBUHAN TULANG
1. Tahap pembentukan hematom
dalam
24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea
fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi
jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi
dalam
waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan
jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus,
tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrus
4. Osifikasi
Pembentukan
kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses
penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling
(6-12 bulan)
Tahap
akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas,
kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
(Apley. Buku ajar Bedah Ortopedi)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur ?
ü Usia penderita. Waktu penyembuhan
tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama
disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta
proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah,
proses tersebut semakin berkurang.
ü Lokalisasi dan konfigurasi fraktur .
Lokalisasi fraktr memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih
cepat daripada fraktur diafisis. Di samping itu, konfigurasi fraktur seperti
fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur
oblik karena kontak yang lebih banyak.
ü Pergeseran awal fraktur. Pada
fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat
dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
ü Vaskularisasi pada kedua fragmen.
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa
komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek
sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin
terjadi non-union
ü Reduksi serta imobilisasi. Reposisi
fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam
bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan
kerusakan pembuluh darah yang menganggu penyembuhan fraktur.
ü Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi
tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union , kemungkinan
terjadinya non-union sangat besar.
ü Ruangan di antara kedua fragmen
serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik serupa
periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat
vaskularisasi kedua ujung fraktur.
ü Faktor adanya infeksi dan keganasan
lokal.
ü Cairan sinovial. Cairan sinovial
yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
ü 10. Gerakan aktif dan pasif pada
anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan
vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah
fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan menganggu vaskularisasi.
Price, S. A.
(1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta:
EGC
Komplikasi jika fraktur tidak ditangani adekuat
?
Komplikasi :
Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi
dua yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur
yang disebut komplikasi iatrogenik.
Kompikasi Umum :
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok
neurogenik (karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi
pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca
trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi gangguan
metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak, tetanus, gas ganggren,
trombosit vena dalam (DVT).
Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu
pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
·
Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
·
Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
·
Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
·
Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
·
Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang
yang fraktur.
·
Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
·
Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
·
Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat
edema.
·
Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut
otot,
·
Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu
ketat sehingga mengganggu aliran darah.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
- Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra,
pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak → shock hipovolemi.
- Emboli lemak
- Trombo emboli vena
Berhubungan dengan penurunan
aktivitas/kontraksi otot/bedrest
- Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi
infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik
2. Komplikasi lambat
- Delayed union
Proses penyembuhan fraktur
sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini
berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang
- Non union
Proses penyembuhan gagal
meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau
pseudoarthrosis
- Mal union
Proses penyembuhan terjadi
tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk)
- Nekrosis avaskuler di tulang
Karena
suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang .
Price, S. A. (1995). Patofisiologi: konsep klinis
proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta: EGC
0 komen:
Posting Komentar