STEP
1:
- Hipestesi :penurunan kepekaan secara abnormal terhadap rangsangan, biasanya sentuhan / rabaan
- Hiporefleksi :penurunan aktifitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulus suatu rangsangan yang normal
- Reflex patologi :aktifitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulus suatu rangsangan secara abnormal
- EMG : elektro mielografi ( alat untuk mengetahui kualitas kontraksi otot )
- Reflex fisiologis : aktifitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulus suatu rangsangan secara normal
STEP
3:
Otot
Anatomi
otot
Otot
dibagi menjadi 2:
- Superior:
Otot
punggung
Otot
dada
Otot
bahu
Otot
lengan atas
Otot
lengan bawah
Otot
tangan
- Inferior:
Otot
otot pangkal paha
Otot
otot tungkai atas
Otot
otot tungkai bawah
Lapisan
dari perifer ke central: sarkolema (membrane pelapis otot), sarkoplasma, plasma
sel, inti sel,
HISTOLOGY
OTOT
Ada
3:
Ø Otot lurik
Inti
sel di pinggir
Bekerjanya
secara sadar / volunter
Terletak
melekat pada tulang
Ø Otot jantung
Inti
selnya ditengah
Bekerja
secara tidak sadar( involunter)
Terletak
di jantung
Ø Otot polos
Inti
selnya di tengah
Bekerjanya
secara tidak sadar
Terletak
di alat bagian dalam
FISIOLOGIS
OTOT
ü Kontraksi
ü relaksasi
KELAINAN
OTOT:
Macam
– macam kelainan otot :
- SGB (syndrome Guillain Barre)
Definisi:
Suatu
kelainan system saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf
perifer yang biasanya timbul setelah terkena innfeksi
Manfes:
Kesemutan,
kelemahan otot kaki dan ex. Atas batang tubuh dan wajah
Etiologi:
infeksi
virus, bakteri, gangguan endokrin
Patofisiologi:
Infeksi
agenàserabut myelin di sarkoplasma à antibody terbentuk à berikatan dengan
virus à ikatan tersebut menyebabkan serabut myelin rusak à infeksi àimunitas
humoral diaktifkan = sel T , memproduksi limfosit è masuk ke saraf peifer dan
terbentuk makrofag àmakrofag mengeliminasi (myelinisasi) dan hambatan
penghantar implus saraf àSGB
Penatalaksanaan:
- Poliomyelitis
Definisi:
Infeksi
yang disebabkan virus polio pada saluran pencernaan dan pernafasan yang
kemudian menyerap susunan saraf pusat melalui peredaran darah
Etiologi:
Virus
polio vino
Patofisiologi:
Virusà
tertelanàsal. Pencernaanàdiusus terjadi infeksiàdi usus virus bereplikasià
virus masuk pembuluh darah di ususàmenuju kesaraf pusat tlg belakangàmerusak
sel saraf motorikàmotorik otot tidak sampai ke efektoràlumpuh layu
Penatalaksanaan:
- DMD (duchenne muscular distrofi)
Definisi:
Kelainan
otot yang disebabkan oleh kelemahan otot yang didalamnya terdapat jumlah sel
yang berkurang
Etiologi:
Genetic
(terpaut kromosom 'X' tidak adanya protein ……. )
Patofisiologi:
Penatalaksanaan:
- BMD ( becker muscular distrofi)
Definisi:
Etiologi:
Genetic
(terpaut kromosom 'X' )
Patofisiologi:
Penatalaksanaan:
- Miastenia Gravis
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Penatalaksanaan
mengapa
kekuatan otot melemah?
Mengapa
terjadi kelemahan anggota gerak bawah?
Mengapa
terjadi kelumpuhan pada otot wajah?
Mengapa
hiporefleksi?
Mengapa
Hipestesi?
Mengapa
dilakukan pemeriksaan darah , urin, dan EMG?
Patofis
kelemahan otot
Factor
yang mendasari kelemahan otot
Kelemahan
drajat otot
Pemeriksaan
lab n alasan
Gejala
tanda
DD
Mekanisme
kontraksi otot dan energy terkait
Metabolism
Step
4
Step
7:
Otot
Anatomi
otot
Otot
dibagi menjadi 2:
Superior:
ü Otot
punggung
§ m.
trapezius
§ m.
latissimus dorsi
§ m.
levator scapulae
§ m.
rhomboideus major
§ m.
rhomboideus minor
ü Otot
dada
§ m.
subclavius
§ m.
serratus anterior
§ m.
pectoralis major
§ m.
pectoralis minor
ü Otot
bahu
§ m.
deltoideus
§ m.
subscapularis
§ m.
supraspinatus
§ m.
infraspinatus
§ m.
teres major
§ m.
teres minor
ü Otot
lengan atas
§ M.
COracobrachialis
§ M.
BIceps brachii
§ M.
BRAchialis
§ M.
TRIceps brachii
§ M.
ANconeus
Otot
lengan bawah
Kelompok
radiodorsal:
Stratum
superficial
Terletak
di sebelah radial:
M.
brachioradialis
M.
EXtensor CARpi RADialis LONGus
M.
EXtensor CARpi RADialis BREVis
Letaknya
intermediate:
M.
EXtensor DIGitorum
M.
EXtensor DIGiti MINimi
Terletak
di sebelah ulnar:
M.
EXtensor CARpi ULnaris
Stratum
profundal
M.
SUPinator
M.
ABduktor POLicis LONGus
M.
EXtensor policis BREVis
M.
EXtensor policis LONGus
M.
EXtensor INdicis
Kelompok
ulnovolar:
Stratum
superficial:
M.
PROnator TERes
M.
FLEXor CARpi RADialis
M.
PALmaris LONGus
M.
FLEXor CARpi ULnaris
Stratum
mediale:
M.
flexor digitorum superficial
Stratum
profundal:
M.
flexor digitorum profundus
M.
flexor policis longus
M.
pronator quadratus
Inferior:
Otot
otot pangkal paha
Otot
otot tungkai atas
Otot
otot tungkai bawah
Lapisan
dari perifer ke central: sarkolema (membrane pelapis otot), sarkoplasma, plasma
sel, inti sel,
Histology
otot
Terdiri
dari 3 jaringan otot :
Otot
Lurik
Sel
berbentuk silindris , panjang > 4cm, inti sel lebih dari Satu
Sebagian
besar sarkoplasma terisi oleh myofibril
Inti
oval terletak dipinggir sel
>>
myoglobin
>Glikogen
Dengan
mikroskop cahaya :
Pita
gelap : A
Pita
terang : I
Z
line : garis yang membagi I bands
Sarkomer
Otot
Jantung
Dgn
mikroskop :
tampak
bergaris Serabut otot tdk membentuk sinsitium
Panjang
sel 80 µm dan ø 15 µm
Nukleus
satu, bulat, letak ditengah
Cardiac
myoctes bercabang
Pada
potongan tranversal ukuran sel tidak sama
Sambungan
antar sel membentuk intercalated disc
Otot
Polos
Bentuk
fusiform, panjang ± 0.2 mm, ø 5-6 µm
Punya
satu inti terletak ditengah
Dibawah
mikroskop cahaya tidak tampak bergaris
Myofilamen
<<
Tersusun
dlm lapisan sel ( bagian tebal sel berdampingan dgn ujung sel disebelahnya)
Jenis
otot polos : Multi unit dan Single unit ( gap junction)
http://www.slideshare.net/sugiritama/struktur-histologis-otot
dr. Sugiritama, M.Kes
Otot
lurikOtot polosOtot jantungBentukSilindris, bercabanggelondongSilindrisInti
selInti banyak, di tepiInti 1 di tengahInti banyak, di tengahTempat melekatDi
rangkaOrgan pencernaanjantungCara kerjasadarTidak sadarTidak sadar
Fisiologis
otot
Fisiologis
otot
Kontraksi
- POTENSIAL AKSI berjalan sepanjang saraf motorik ujung serabut otot
- Di Ujung Saraf mensekresi ASETILKOLIN
- Asetilkolin MEMBUKA KANAL "GERBANG ASETILKOLIN" melalui molekul2 protein terapung pada membrane
- Kanal terbuka ion Na masuk ke bag. dalam membrane potensial aksi pada membrane
- POTENSIAL AKSI Depolarisasi membrane otot Retikulum Sarkoplasma melepas ion Ca
- Ion Ca MENARIK FILAMEN AKTIN & MIOSIN filament bergeser KONTRAKSI
relaksasi
- -1 Detik Ion Ca dipompa lagi ke dalam Retikulum Sarkoplasma
- oleh POMPA MEMBRAN Ca++ Disimpan
- Pengeluaran Ion Ca dari myofibril ini KONTRAKSI OTOT TERHENTI
---FISIOLOGI KEDOKTERAN,
GUYTON ED -11 ---
Diagnosis
defferensial Kelainan otot:
SGB
(syndrome Guillain Barre)
GBS
merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas,
suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang
sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik,
sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati
demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan
progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik
ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial
ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan
kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa.
Penyebab
Penyebab
pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi
saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit
ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe
yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan
medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan
alat bantu nafas sementara
Patagonesis
dan Patofosiologi
Tidak
ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang
sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun
menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai
penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan
organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung
myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.
Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang
saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa
organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah
sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing.
Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit
dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama
dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung
myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson
adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi
sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung
yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus
plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan
pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin
tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya,
yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang
rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini,
sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin
lambat.
Pada
GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya
antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus.
Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta
merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada
saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan
mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil
myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu
bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan
serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap.
Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat,
terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan
menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat
sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan
berhenti dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh
saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis,
merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis
dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan
medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung
fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik,
sensorik, dan otonom (involunter).
Pada
GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara
pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat
progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati
perifer.
GBS
dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila
selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal
saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi
abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri
dinamai demyelinasi primer.
Akson
merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung
myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.
Pada
tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi
sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila
akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih
lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol
oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan
memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu
yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe
campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita
diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf.
Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun,
saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.
Manifestasi
Klinis
Pasien
dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung
selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.
Perjalanan
penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3
minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai
'titik nadir'. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan
gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa
berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada
waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan
fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti
oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik perburukan ataupun
perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada
sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki
fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan
monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan
cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus,
serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang
meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu
proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa
pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara
pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum
dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan
yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun
berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala
berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase
ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan
mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan
penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati
nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali
dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi
waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari
derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
Terdapat
enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
1. Radang polineuropati demyelinasi akut
(AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering
disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
membrane sel Schwann.
2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan
varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens,
berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot
okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia,
dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.
3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau
sindroma paralitik Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di
Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat
berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi
Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
4. Neuropati aksonal sensorimotor akut
(AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat
dan sering tidak sempurna.
5. Neuropati panautonomik akut, merupakan
varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi,
akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.
6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff's
(BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran,
hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et
al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan
relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons,
midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup
baik.
Diagnosis
* Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya
gangguan fungsi saraf perifer, yakni motorik, sensorik, dan otonom. Manifestasi
klinis yang utama adalah kelemahan motorik yang bervariasi, dimulai dari
ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan otot-otot pernafasan
sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien menyadari adanya kelemahan pada
tungkainya, seperti halnya 'kaki karet', yakni kaki yang cenderung tertekuk
(buckle), dengan atau tanpa disestesia (kesemutan atau kebas).
* Umumnya keterlibatan otot distal dimulai
terlebih dahulu (paralisis asendens Landry),1 meskipun dapat pula dimulai dari
lengan. Seiring perkembangan penyakit, dalam periode jam sampai hari, terjadi
kelemahan otot-otot leher, batang tubuh (trunk), interkostal, dan saraf
kranialis.
* Pola simetris sering dijumpai, namun tidak
absolut. Kelemahan otot bulbar menyebabkan disfagia orofaringeal, yakni
kesulitan menelan dengan disertai oleh drooling dan/atau terbukanya jalan
nafas, serta kesulitan bernafas.
* Kelemahan otot wajah juga sering terjadi
pada GBS, baik unilateral ataupun bilateral; sedangkan abnormalitas gerak mata
jarang, kecuali pada varian Miller Fisher.
* Gangguan sensorik merupakan gejala yang
cukup penting dan bervariasi pada GBS. Hilangnya sensibilitas dalam atau
proprioseptif (raba-tekan-getar) lebih berat daripada sensibilitas superfisial
(raba nyeri dan suhu).1 Sensasi nyeri merupakan gejala yang sering muncul pada
GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam (deep aching pain) pada otot-otot yang lemah,
namun nyeri ini terbatas dan harus segera diatasi dengan analgesik standar. dan
arefleksia. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu umumnya ringan; bahkan Disfungsi
kandung kencing dapat terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien; bila
gejalanya berat, harus dicurigai adanya penyakit medulla spinalis. Tidak
dijumpai demam pada GBS; jika ada, perlu dicurigai penyebab lainnya. Pada kasus
berat, didapati hilangnya fungsi otonom, dengan manifestasi fluktuasi tekanan
darah, hipotensi ortostatik, dan aritmia jantung.
Pemeriksaan
penunjang
1. Cairan serebrospinal (CSS) Yang paling khas
adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein
(100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel).
Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah
beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala
klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi.
Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan
dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit
mononuclear/mm
2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS)
dan elektromiografi (EMG) Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS
terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik
distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon
gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf), blok hantar saraf
motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis,
KHS kurang dari 60% normal.
3. EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen
motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi
2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari
normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat
mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat
fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita
menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang
lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.
4. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati
leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur,
limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase
lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap
darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu
gejala.
5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas
antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM,
akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati
terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang
akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu
sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.
6. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya
perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau
inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun
tidak sering.
7. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas
vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang
berjalan (impending).
8. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya
didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat
limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase
lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama
dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat
Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung
saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada
ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel
radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh
limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.
Diagnosis
GBS umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis dan beberapa temuan klinis
yang didukung oleh pemeriksaan elektrofisiologis dan cairan serebrospinal
(CSS),
Kriteria Diagnostik untuk Sindroma
Guillain-Barre
Temuan
yang dibutuhkan untuk diagnosis
* Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau
lebih
* Arefleksia
Temuan
klinis yang mendukung diagnosis :
* Gejala atau tanda sensorik ringan
* Keterlibatan saraf kranialis (bifacial
palsies) atau saraf kranial lainnya
* Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah
progresivitas berhenti
* Disfungsi otonom
* Tidak adanya demam saat onset
* Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4
minggu
* Adanya tanda yang relatif simetris
Temuan
laboratorium yang mendukung diagnosis:
* Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah
sel <10 sel/μl
* Temuan elektrofisiologis mengenai adanya
demyelinasi: melambatnya atau terbloknya hantaran saraf
Diagnosis
Banding
GBS
harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik
subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:
1. Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai
paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot
mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula
akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik
ataupun arefleksia.
2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari
GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas
gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta
refleks patologis Babinski
3. Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis
umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.
4. Botulisme, didapati pada penderita dengan
riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan
diplopia13 disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya
bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.
5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa
keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya
kutu (tick) yang menempel pada kulit.
6. Porfiria intermiten akut, terdapat
paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati
porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta.
7. Neuropati akibat logam berat; umumnya
terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset
gejala lebih lambat daripada GBS.
8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh
paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala
hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.
9. Poliomyelitis, didapati demam pada fase
awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid
asimetrik.
10. Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat
keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik
pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon
akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan
gaya gravitasi.
Daftar Pustaka
1.
Victor
Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor's Principles of neurology. 7th
edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87.
2.
Arnason Barry GW. Inflammatory
polyradiculoneuropathies. In: Dyck PJ, Thomas PK, Lambert EH. Peripheral
neuropathies. Vol. II. USA: W. B. Saunders Company; 1975. p.1111-48.
Guillain-Barre Syndrome. [Update: 2009]. Available from:
http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm.
3.
Guillain-Barré
Syndrome. [update 2009]. Available from:
http://bodyandhealth.canada.com/condition_info_popup.asp
channel_id=0&disease_id=325§ion_name=condition_info.
4.
Bradley
WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Editors. Neurology in clinical
practice: the neurological disorders. 2nd edition. USA: Butterworth-Heinemann;
1996. p.1911-16.
5.
Gilroy
John. Basic neurology. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Inc.; 1992.
p.377-378.
6.
Guillain-Barré
Syndrome. Available from:
http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm
7.
Gutierrez
Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in neurorehabilitation. In: Selzer
ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW, Gage FH. Textbook of neural repair
and rehabilitation Vol. II: Medical neurorehabilitation. UK: Cambridge
University Press; 2006. p.49-55.
Poliomyelitis
Definisi
Poliomielitis
merupakan suatu penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus ultramikroskop yang
bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran pencernaan dan pernapasan
yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui peredaran darah.
Poliomielitis dapat disebabkan oleh virus tt (Brunchilde), tipe II (Lansing)
dan tipe III (Leon).
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi
Etiologi
Virus
poliomielitis mempunyai predileksi pada sel-sel kornu anterior, sumsum tulang
belakang dan batang otak yang akan menyebabkan kerusakan sel-sel saraf dan
terjadi paralisis jenis lower motor neuron yang
bersifat
flaksid dengan sensibilitas yang normal. Jumlah kerusakan dari motor unit akan
memberikan gambaran beratnya kelumpuhan.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi
Patologi
Klasifikasi
Dari
segi klinis, poliomielitis dibagi atas dua tipe, yaitu:
Tipe
bulbar :Tipe ini lebih jarang ditemukan dan yang terkena adalah batang otak.
Bentuk
spinal : Merupakan bentuk yang lebih sering ditemukan. Kelainan spinal
merupakan kelainan yang akan
memberikan
komplikasi ortopedi.
Manifestasi
klinis
Terutama
ditemukan pada anak-anak di bawah 5 tahun tetapi kadang-kadang dapat ditemukan
pada anak
remaja.
Penyakit
berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:
- Fase inkubasi
Biasanya
berakhir setelah 2 minggu.
- Fase gejala umum
influensa
nyeri
kepala
rasa
nyeri tulang belakang dan anggota gerak
malaise
gejala-gejala
mencret berlangsung sampai dengan 3 hari.
- Fase paralisis mendadak
Fase
ini berlangsung 3 hari sampai paling lama 2 bulan. Paralisis berlangsung sangat
cepat biasanya beberapa jam sampai dengan 2 bulan. Variasi gejala paralisis
tergantung dari bentuk kerusakan sel-sel saraf. Pada saat ini belum diperlukan
tindakan khusus ortopedi.
Pengobatan
yang diberikan meliputi:
Isolasi
penderita
Perawatan
dengan posisi yang menyenangkan
Pencegahan
nyeri dan spasme otot
Pemberian
obat-obat sedatif
Pencegahan
deformitas dan kontraktur otot
Pada
fase paralisis mendadak ini harus disingkirkan kelainan-kelainan lain yang
menyerupai peny poliomielitis.
Fase
penyembuhan
Parese
atau paralisis dapat bersifat reversibel dan ireversibel.
Ada
dua faktor yang mempengaruhi keadaan ini, yaitu:
Beratnya
kelumpuhan pada masa permulaan
Distribusi
kerusakan yang terjadi
Pengobatan
yang diberikan meliputi:
Penilaian
kelumpuhan otot secara cermat segera setelah nyeri otot menghilang atau akhir
paralisis akut berakhir (setelah 2 bulan) yaitu dengan pemeriksaan gambaran
kekuatan otot (muscle chart) setiap bulan dalam 4 bulan pertama, setiap 2 bulan
dalam 8 bulan berikutnya dan setiap 4 bulan sekali dalam tahun kedua.
Fisioterapi
: Mekanoterapi merupakan jenis fisioterapi yang paling bermanfaat pada kelainan
ini dan berguna untuk mencegah kontraktur, reedukasi otot dan melatih penderita
untuk berjalan.
Fase
menahun atau fase paralisis residual
Pada
fase menahun, pemulihan kekuatan otot sudah tidak diharapkan lagi apalagi bila
penderita datang dengan tanpa pengobatan sebelumnya sehingga terdapat
kontraktur terutama pada anggota gerak bawah yaitu pada panggul, lutut dan
pergelangan kaki. Pada fase ini tindakan operatif bertujuan mengoreksi
deformitas, mengembalikan keseimbangan otot dan stabilisasi sendi.
Pengobatan
meliputi:
Tindakan
operasi
Operasi-operasi
yang dapat dilakukan misalnya koreksi kontraktur pada panggul, koreksi sendi
lutut dan sendi pergelangan kaki, serta dapat dilakukan operasi pemindahan otot
untuk mengembalikan fungsi otot yang lemah.
Pemakaian
alat-alat penguat atau alat bantu anggota gerak berupa ortotiks atau penyangga.Pengobatan
bertujuan agar penderita dapat berjalan sendiri dan mandiri.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi
Diagnosis
Monoparesis
/ paraparesis flaksida dengan nyeri otot yang jelas
Tidak
ada gangguan sensibilitas
Riwayat
demam, nyeri kepala, ISPA/diare(+)
Tanda
rangsangan meningeal
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi
Pemeriksaan
penunjang:
Lab
darah,urin,feses
Lab
LCS: Protein meningkat, Pleiositis, glukosa normal
Isolasi
virus dari feses/orofaring
Pedoman
Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf
Gambaran Klinis :
Terutama
ditemukan pada anak-anak di bawah 5 tahun tetapi kadang-kadang dapat ditemukan
pada anak
remaja.
Penyakit
berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:
1.
Fase inkubasi
Biasanya berakhir setelah 2 minggu.
2.
Fase gejala umum
influensa
nyeri
kepala
rasa
nyeri tulang belakang dan anggota gerak
malaise
gejala-gejala
mencret berlangsung sampai dengan 3 hari.
3. Fase paralisis mendadak
Fase
ini berlangsung 3 hari sampai paling lama 2 bulan. Paralisis berlangsung sangat
cepat biasanya beberapa jam sampai dengan 2 bulan. Variasi gejala paralisis
tergantung dari bentuk kerusakan sel-sel saraf. Pada saat ini belum diperlukan
tindakan khusus ortopedi.
Pengobatan
yang diberikan meliputi:
Isolasi
penderita
Perawatan
dengan posisi yang menyenangkan
Pencegahan
nyeri dan spasme otot
Pemberian
obat-obat sedatif
deformitas
dan kontraktur otot
Pada
fase paralisis mendadak ini harus disingkirkan kelainan-kelainan lain yang
menyerupai peny poliomielitis.
4.
Fase penyembuhan
Parese atau paralisis dapat bersifat
reversibel dan ireversibel.
Ada
dua faktor yang mempengaruhi keadaan ini, yaitu:
ü Beratnya
kelumpuhan pada masa permulaan
ü Distribusi
kerusakan yang terjadi
Pemulihan
kelumpuhan otot dapat terjadi pada 3-6 bulan pertama dan masih dapat diharapkan
sampai dengan 2 tahun. Hal ini juga merupakan patokan dalam pengobatan. Fase
ini merupakan fase yang terpenting dalam bidang ortopedi karena disamping
pengobatan ortopedi dapat dilakukan juga pencegahan terjadinya deformitas.
Tujuan
pengobatan pada fase penyembuhan yaitu:
Mengharapkan
pemulihan maksimal fungsi otot
Mengembalikan
dan mempertahankan ruang lingkup gerakan sendi umum
Mencegah
deformitas
Mengoreksi
dan mengembalikan keadaan fisiologis dari anggota gerak normal bila keadaan
memungkinkan
Pengobatan
yang diberikan meliputi:
Penilaian
kelumpuhan otot secara cermat segera setelah nyeri otot menghilang atau akhir
paralisis akut berakhir (setelah 2 bulan) yaitu dengan pemeriksaan gambaran
kekuatan otot (muscle chart) setiap bulan dalam 4 bulan pertama, setiap 2 bulan
dalam 8 bulan berikutnya dan setiap 4 bulan sekali dalam tahun kedua.
Fisioterapi
Mekanoterapi
merupakan jenis fisioterapi yang paling bermanfaat pada kelainan ini dan
berguna untuk mencegah kontraktur, reedukasi otot dan melatih penderita untuk
berjalan.
Fase
menahun atau fase paralisis residual
Pada
fase menahun, pemulihan kekuatan otot sudah tidak diharapkan lagi apalagi bila
penderita datang dengan tanpa pengobatan sebelumnya sehingga terdapat
kontraktur terutama pada anggota gerak bawah yaitu pada panggul, lutut dan
pergelangan kaki. Pada fase ini tindakan operatif bertujuan mengoreksi
deformitas, mengembalikan keseimbangan otot dan sta
Miastenia
Gravis
Myasthenia
gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf dan otot,
mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.
*
Myasthenia gravis bisa diakibatkan dari kerusakan pada sistem kekebalan.
*
Orang biasanya mengalami kelopak mata layu dan penglihatan ganda, dan otot
biasanya menjadi lelah dan lemah setelah olahraga.
*
Reaksi terhadap obat yang diberikan lewat infus membantu dokter memastikan
apakah seseorang telah mengalami myasthenia gravis.
*
Elektromiografi, tes darah, dan tes imaging diperlukan untuk memastikan
diagnosa tersebut.
*
Beberapa obat-obatan bisa meningkatkan kekuatan otot dengan cepat, dan lainnya
bisa memperlambat kemajuan pada gangguan tersebut.
Myasthenia
gravis lebih sering terjadi pada para wanita. Yang biasanya terjadi pada wanita
berusia antara 20 dan 40 tahun. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa
mempengaruhi para pria atau wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama
masa kanak-kanak.
Pada
myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang salah
satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang
bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara
sel syaraf dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor
acetylcholine sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui. Berdasarkan salah satu
teori, kerusakan kelenjar thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus,
sel tertentu pada sistem kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh
dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor
acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar thymus bisa
memerintahkan sel sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi yang menyerang
acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap kelainan autoimun ini.
sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran
kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma).
Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan
gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki
antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan
neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
PENYEBAB
Gangguan
tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan
tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide
(digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung).
Neonatal
myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengalami
myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar di dalam darah,
bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin. Pada beberapa
kasus, bayi mengalami kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.
GEJALA
Peristiwa
pada gejala-gejala yang memperburuk (exacerbation) adalah sering terjadi. Pada
waktu yang lain, gejala-gejala kemungkinan kecil atau tidak ada.
Gejala-gejala
yang paling sering terjadi adalah :
*
Kelopak mata lemah dan layu.
*
Otot mata lemah, yang menyebabkan penglihatan ganda.
*
Kelemahan berlebihan pada otot yang terkena setelah digunakan.
Kelemahan
tersebut hilang ketika otot beristirahat tetapi berulang ketika digunakan
kembali.
Pada
40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi
85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang
terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan
berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki adalah sering terjadi.
Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Berubah-ubahnya
pegangan ini disebut pegangan milkmaid. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi
tidak terpengaruh.
Ketika
orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot
tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan
palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun
begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari
hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar
15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala
dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan
kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan
untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini mengancam nyawa.
DIAGNOSA
Dokter
menduga myasthenia gravis pada orang dengan peristiwa kelemahan, khususnya
ketika mata atau otot wajah terkena atau ketika kelemahan meningkat dengan
penggunaan pada otot yang terkena dan hilang dengan istirahat. Karena
acetylcholine receptor rusak, obat-obatan yang meningkatkan acetylcholine bisa
digunakan untuk membantu memastikan diagnosa. Edrophonium, disuntikkan melalui
intravena, sangat sering digunakan. Orang diminta untuk melatih otot yang
terkena sampai capai. Kemudian mereka diberikan obat. Jika secara sementara dan
cepat memperbaiki kekuatan otot, didiagnosa myasthenia gravis adalah ha yang
mungkin.
Tes
diagnosa lainnya diperlukan untuk memastikan diagnosa. Mereka termasuk
electromyography (perangsangan otot, kemudian merekam kegiatan listrik mereka)
dan tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap acetylcholine receptor dan
kadangkala antibodi lain hadir pada orang dengan gangguan tersebut. Tes darah
juga dilakukan untuk memeriksa gangguan lain. Computed tomography (CT) atau
magnetic resonance imaging (MRI) pada dada dilakukan untuk menilai kelenjar
thymus dan untuk memastikan apakah thymoma ada.
PENGOBATAN
Obat-obatan
kemungkinan digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan dengan cepat atau
untuk menekan reaksi autoimun dan memperlambat kemajuan gangguan tersebut.
Obat-obatan
yang meningkatkan jumlah acetylcholine, seperti pyridostigmine (diminum), bisa
meningkatkan kekuatan otot. Kapsul beraksi lama tersedia untuk malam hari
digunakan untuk membantu orang yang mengalami kelemahan berat atau kesulitan
menelan ketika mereka bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap
menyesuaikan dosis tersebut, yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan.
Meskipun begitu, dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang
sulit untuk dibedakan dari penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan
obat-obatan ini bisa berkurang dengan penggunaan jangka panjang. Peningkatan
kelemahan, yang kemungkinan disebabkan penurunan keefektifan obat tersebut,
harus diteliti oleh dokter dengan keahlian mengobati myasthenia gravis.
Efek
samping yangs sering terjadi pada pyridostigmine termasuk kram perut dan diare.
Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada saluran pencernaan, seperti
atropine atau propantheline, kemungkinan diperlukan untuk menetralkan efek ini.
Untuk
menekan reaksi autoimun, dokter bisa juga meresepkan kortikosteroid, seperti
prednison, atau immunosuppressant, seperti cyclosporine atau azathioprine.
Obat-obatan ini diminum. Kebanyakan orang membutuhkan untuk menggunakan
kortikosteroid dengan tidak terbatas. Ketika kortikosteroid mulai diminum,
gejala-gejala awalnya bisa memburuk, tetapi kemajuan terjadi dalam beberapa
bulan. Dosis tersebut kemudian dikurangi hingga dosis minimum yang masih
efektif. Kortokosteroid, ketika digunakan untuk waktu yang lama, bisa memiliki
efek samping ringan atau berat. Dengan demikian, azathioprine kemungkinan
diberikan sehingga kortikosteroid tersebut bisa dihentikan atau dosisnya
dikurangi. Dengan azathioprine, perbaikan memerlukan waktu sekitar 18 bulan.
PENYEBAB
KELEMAHAN OTOT
Muskuloskeletal
Gangguan
muskuloskeletal yang menonjol adalah berkurangnya kekuatan otot. kelemahan otot
disebabkan oleh terhambatnya atau terhentinya konduksi saraf dari spinal cord
ke neuromusculo junction, yang satuannya disebut motor unit.
Satu
motor unit adalah beberapa serat otot yang mendapatkan inervasi oleh satu motor
neuron (Fredericks et all
1996).
Saraf
yang menginervasi motor neuron berasal dari akar saraf tulang belakang. Satu
akar saraf bisa menginervasi ribuan motor neuron. Sebaliknya satu otot mungkin
disarafi oleh beberapa motor neuron yang berasal dari beberapa akar saraf
tulang belakang (Martini
1998).
Jadi
bila ada satu akar saraf mengalami gangguan, maka sebagian serabut otot tidak
mendapatkan inervasi; sedangkan serabut otot yang mendapat innervasi dari akar
saraf lain masih mendapatkan konduksi saraf.
Kelumpuhan
(plegia) terjadi akibat banyaknya motor unit, atau semua, dalam satu otot yang
tidak terkonduksi, sehingga otot tersebut tidak bisa dikontraksikan.
kelemahan
(parese) terjadi akibat hanya sebagian motor unit dalam satu otot yang masih
terkonduksi saraf, sehingga masih mampu untuk mengkontraksikan otot tersebut.
Oleh karena hanya sebagian serabut otot yang terinervasi yang bekerja untuk
menggerakkan satu otot, penderita GBS lebih cepat lelah.
Selanjutnya
bila otot tidak bisa berkontraksi berarti bagian badan tersebut tidak bergerak.
Bila hal ini terjadi dalam kurun waktu lama, yang akan terjadi bukan hanya
kekuatan otot yang terganggu, tetapi juga akan terjadi pemendekan otot, dan
keterbatasan luas gerak sendi (LGS).
Jadi
akibat berkurangnya konduksi saraf, akan mengurangi jumlah motor unit yang bekerja,
bahkan mungkin tidak ada sama sekali, sehingga kelemahan otot atau lumpuh sama
sekali, dan akan terjadi pemendekan otot, dan pada akhirnya keterbatasan LGS.
(http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=7)
PATOFISIOLOGI
Auto
imun :
Diawali
oleh infeksi yang akhirnya timbul proses autoimun selular terhadap jaringan
sitem saraf – saraf perifer. Akhirnya proses imunitas ini menyebabkan
demielinisasi segmental, dimana myelin terkelupas dari aksonnya. Lesi ini
terbatas pada segmen proksimal dan redix spinalis.
Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.
Biokimia Harper: Dasar Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri
Factor
yang mendasari kelemahan otot
ü UMN
(parase) à kaku
ü Disebabkan
lesi pada medulla spinalis
ü LMN
(parase) àlumpuh layu
ü Disebabkan
motor neuron
ü Medulla
Spinalis (tetra parese)
Kelemahan
drajat otot
Parese
Kelemahan
/kelumpuhan parsial / tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh
hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.
Parese
pada anggota gerak dibagi :
:•Monoparese
adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah.•Paraparese
adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.•Hemiparese adalah kelemahan pada
satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada
sisi yang sama.
Tetraparese
Kelumpuhan
atau kelemahan yang disebabkan oleh trauma atau penyakit pada manusia yang
menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak,
dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai
Pembagian
tetraparese berdasarkan kerusakannya :
a.Tetrapares
spastikTetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b.Tetraparese
flaksid
Tetraparese
flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN),
sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni
DeRAJAT
OTOT
Derajat 5 : Kekuatan normal
Seluruh gerakan dapat dilakukan otot tersebut dengan tahan
maksimal dari pemeriksa yang dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat kelelahan.
Derajat 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melayang gaya berat dan
juga melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
Derajat 3 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat,
tetapi tidak tidak dapat melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
Derajat 2 : Otot hanya dapat bergerak bila gaya berat
dihilangkan.(kesamping)
Derajat 1 : Kontraksi otot minimal dapat terasa atau teraba pada otot
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerak
Derajat 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Parlise total
Pemeriksaan
lab dan alasan
- Darah : untuk mengetahui kadar immunoglobulin dalam darah dan juga kadar leukosit(eusinofil tidak terbentuk sempurna).
- Urin: untuk mengetahui adakah peningkatan kadaar protein dalam darah
- EMG: untuk mengetahui daya hantar saraf terhadap otot (membedakan jenis kelemahan ototnya)
Sumber: Kelainan gerak FK UNDIP
Gejala
tanda kelamahan otot
Gejala pada kelemahan motorik meliputi kelemahan distal maupun proksimal, atau kelemahan yang lebih fokal. Kelemahan
distal termasuk gangguan koordinasi tangan, kesulitan mengerjakn tugas (membuka
kancing baju atau memutar anak kunci), floot slapping, jari ibu jari lecet, dan
sering tersandung (frequent tripping). Gejala kelemahan otot proksimal, seperti
kesulitan turun tangga, kesulitan bangkit dari duduk, mudah terjatuh dan
kesulitan mengangkat tangan melewati bahu.
Sumber : http://www.medicastore.com/
Mekanisme
kontraksi otot dan energy terkait
Apabila konsentrasi kalsium dalam sarkoplasma meningkat, aktin
akan dilepaskan aktin akan dilepaskan sehingga terjadi ikatan silang
aktin-miosin yang mengakibatkan pemendekan miofilamen. Pemendekan berlangsung
terus menerus sampai kalsium dipompakan kembali secara aktif ke reticulum
sarkoplasmik, dan memutuskan ikatan silang aktin-miosin dan terjadi relaksasi.
Baik kontraksi maupun relaksasi otot merupakan proses aktif yang
membutuhkan kadar elektrolit dan adenosine trifosfat (ATP) yssng normal.
Natrium/na, kalium/k, kalsium/ca dan magnesium/mg sangat berperan pada fungsi
ATPase sgsr dspst bekerja efektif bagi kontraksi dan relaksasi serabut otot. Na
dan k berperan menjaga polaritas sarkolema, sedangkan ATPase uang berfungsi mengatur
ikatan silang aktin-miosin sangat bergantung pada mg. juda tergantung ca, dia
memompa ca dari sarkoplasma ke reticulum sarkoplasmik sehingga memungkinkan
terjadinya relaksasi otot, fosfor juga penting pada kontraksi otot karena
berperan dalam pembentukan energy yang terikat dalam ATP.
IPD jilid 2 edisi IV 2006
SUMBER
ENERGI SEBENARNYA yang digunakan untuk kontraksi otot adalah ADENOSIN TRIFOSFAT
(ATP)
Sebagian
besar energy digunakan untuk menjalnkan " Walk – Along Mechanisme",
tetapi sejumlah kecil energy digunakan untuk :
Memompa
ion Ca kedalam Retikulum Sarkoplasma setelah kontraksi otot berakhir.
Memompa
ion Kalium & Natrium melalui membrane serabut otot untuk mempertahankan
lingkungan ionic yang cocok untuk pembentukan potensial aksi serabut otot.
Konsentrasi
ATP di dalam serabut otot, +/- 4milimolar untuk kontraksi penuh hanya selama
1-2 detik.
ATP
tersebut dipecah untuk membentuk ADP yang memindahkan energy dari molekul ATP
ke perangkat kontraksi serabut otot.
Lalu,
ADP mengalami refosforilasi lagi untuk membentuk ATP baru sepersekian detik
lagi.
0 komen:
Posting Komentar