Senin, 23 Januari 2012

Cerita Singkat Mbak Mi

“Mbak ..” sapaku setelah menaiki tangga ke lantai dua rumahku.

“Eh ..” Mbak Mi mengusap air matanya.

“Mbak kenapa?” tanyaku yang agak gugup dan khawatir karena jarang kulihat orang dewasa menangis selain di film-film yang biasanya kutonton. “Gak papa kok ..” jawabnya memalingkan wajah.

“Ada apa Mbak, cerita aja sama aku. Gapapa kok.” Saat itu aku notabenenya masih kelas 6 SD. Belum tahu apa-apa tentang masalah orang dewasa.  Namun aku beranikan diri untuk menjadi tempat curhat Mbak Mi.

Mbak Mi yang nangkring di beranda atas itu mengerjapkan matanya untuk menyingkirkan bulir air mata yang masih tersisa. “Mbak kangen sama Mas Rudi, Dek ..”

Pikiranku yang masih polos  tentu langsung membayangkan hubungan asmara orang dewasa. “Waduh, gimana ini. Apa aku udah cukup umur buat ngedengerin Mbak MI ngomong?? Aku sendiri aja ga ada pengalaman apa-apa soal yang kayak ginian.” Pikirku. Tapi sungguh tak sopan bila tiba-tiba aku pergi dan tidak jadi mendengarkan keluhannya.  Akhirnya kupilih untuk menyimak ceritanya.

“Mas Rudi itu siapa Mbak? Pacarnya Mbak ya?” tanyaku.

“Mantan, Dek ..” ungkapnya, “tapi Mbak sangat mencintai dia. Mbak ga mau pisah sama dia.”

“Nah, kalo gitu kenapa putus?” tanyaku polos.

Mbak Mi yang tersenyum simpir menghela napas. “Orang tua mbak ga ngebolehin Mbak sama Mas Rudi. Walaupun Mas Rudi selalu meyakinkan orang tua mbak untuk merestui hubungan mbak sama dia.”

“Hmm ..” aku tak bisa menanggapi apa-apa. Di dalam kepalaku cuma terbesit “Oh, begitu. Orang dewasa itu sulit juga ya.”

“Maaf ya, Dek. Harusnya mbak ga cerita macam-macam sama adek. Mbak ga ada tempat curhat buat saat
ini.” Tatapnya padaku. “ehhh.. nggak papa kali Mbak. Aku seneng kok kalo dengerin curhatan orang lain. Temen-temen juga sering curhat sama aku kok. Bahkan hobiku suka ngecomblangin orang. Haha” terangku panjang lebar. Mbak Mi menahan tawanya melihat kepolosanku. Itu membuatku sedikit lega sebab tangisannya terhenti karenanya.

“Udah, mbak. Jangan terlalu dipikirkan. Kalo sudah ya sudah. Masih banyak kok yang mau sama Mbak. Mbak kan cantik, seksi lagi. Haha” candaku. “Dasar!” Mbak Mi menggelitiki perut dan pinggangku yang membuat aku seperti cacing kepanasan.

Mbak Mi, bukanlah kakakku. Dia adalah orang yang bekerja untuk membersihkan rumahku dan membantu mamah mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Ya, orang biasa memanggil pekerjaannya dengan istilah pembantu rumah tangga. Rumahnya lumayan jauh bila ditempuh memakai sepeda karena tak ada transportasi lain selain sepeda yang bisa menembus desanya. Kurang lebih 4km jauhnya. Aku yang masih kecil merasa prihatin terhadapnya dan menganggapnya seperti kakakku sendiri.

Malam itu merupakan hari ke-3 ia bekerja di rumahku. Setelah kali pertama kulihat ia menangis, malam-malam selanjutnya aku selalu mengamati tiap malam pada jam yang sama. Dan bisa kusmpulkan kalau itu merupakan kegiatan rutinnya. Aku tidak berani menyapa. Tapi aku takut sekali jika lama kelamaan mentalnya terganggu. Dengan pikiran polosku aku berharap dia tidak bunuh diri.

Aku sangat kasihan padanya. Tidak lama, mungkin 2 tahun ia memutuskan untuk berhenti dan beristirahat di rumah saja. Aku masih saja mengkhawatirkannya. Tapi aku tak mau terlibat lebih jauh mengusik hubungan pribadi seseorang. 1 tahun berlalu, saat aku pulang sekolah dari kegiatan OSIS di SMP ku mamah tiba-tiba memanggil, “Yan .. Mbak Mi mau nikah lho .. Kamu ikut ke acara resepsinya nggak?” tanya mamah.

“Hah? Mbah Mi nikahan?? Yeee..!” teriakku girang. Aku spontan mendatangi mamah. “lihat undangannya dong mah!”

“Nih!” mamah meletakkan lipatan kertas merah di meja rias. Aku mengambil dan membukanya buru-buru.

Nami Hidayah dan Heru Winarto

Resepsi Pernikahan : Hari Minggu, 14 Januari 2008

Aku terdiam dan meletakkan undangan itu ke tempat semula. “Aku ga ikut ke resepsinya.”

“Kenapa?” tanya mamah. “Ada acara di sekolah, Mah.” Aku membuat alasan.

“Hari Minggu memang ada acara apa?” tanya mamah lagi. “Ada acara OSIS.” Senyumku palsu. Segera aku balik ke kamar kesayanganku dan ganti baju disana. Aku ga tega bila harus datang ke acara pernikahan yang tidak ada cinta disana. Aku ga mau melihat senyum pernikahan yang palsu. Yang aku tahu cinta itu haruslah indah. Allah, aku yakin Dia punya rencana tersendiri. Tapi..

Harusnya kita semua mengambil pelajaran dari kisah ini. Benar kan?

0 komen:

Posting Komentar