This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 23 Januari 2012

Cerita Singkat Mbak Mi

“Mbak ..” sapaku setelah menaiki tangga ke lantai dua rumahku.

“Eh ..” Mbak Mi mengusap air matanya.

“Mbak kenapa?” tanyaku yang agak gugup dan khawatir karena jarang kulihat orang dewasa menangis selain di film-film yang biasanya kutonton. “Gak papa kok ..” jawabnya memalingkan wajah.

“Ada apa Mbak, cerita aja sama aku. Gapapa kok.” Saat itu aku notabenenya masih kelas 6 SD. Belum tahu apa-apa tentang masalah orang dewasa.  Namun aku beranikan diri untuk menjadi tempat curhat Mbak Mi.

Mbak Mi yang nangkring di beranda atas itu mengerjapkan matanya untuk menyingkirkan bulir air mata yang masih tersisa. “Mbak kangen sama Mas Rudi, Dek ..”

Pikiranku yang masih polos  tentu langsung membayangkan hubungan asmara orang dewasa. “Waduh, gimana ini. Apa aku udah cukup umur buat ngedengerin Mbak MI ngomong?? Aku sendiri aja ga ada pengalaman apa-apa soal yang kayak ginian.” Pikirku. Tapi sungguh tak sopan bila tiba-tiba aku pergi dan tidak jadi mendengarkan keluhannya.  Akhirnya kupilih untuk menyimak ceritanya.

“Mas Rudi itu siapa Mbak? Pacarnya Mbak ya?” tanyaku.

“Mantan, Dek ..” ungkapnya, “tapi Mbak sangat mencintai dia. Mbak ga mau pisah sama dia.”

“Nah, kalo gitu kenapa putus?” tanyaku polos.

Mbak Mi yang tersenyum simpir menghela napas. “Orang tua mbak ga ngebolehin Mbak sama Mas Rudi. Walaupun Mas Rudi selalu meyakinkan orang tua mbak untuk merestui hubungan mbak sama dia.”

“Hmm ..” aku tak bisa menanggapi apa-apa. Di dalam kepalaku cuma terbesit “Oh, begitu. Orang dewasa itu sulit juga ya.”

“Maaf ya, Dek. Harusnya mbak ga cerita macam-macam sama adek. Mbak ga ada tempat curhat buat saat
ini.” Tatapnya padaku. “ehhh.. nggak papa kali Mbak. Aku seneng kok kalo dengerin curhatan orang lain. Temen-temen juga sering curhat sama aku kok. Bahkan hobiku suka ngecomblangin orang. Haha” terangku panjang lebar. Mbak Mi menahan tawanya melihat kepolosanku. Itu membuatku sedikit lega sebab tangisannya terhenti karenanya.

“Udah, mbak. Jangan terlalu dipikirkan. Kalo sudah ya sudah. Masih banyak kok yang mau sama Mbak. Mbak kan cantik, seksi lagi. Haha” candaku. “Dasar!” Mbak Mi menggelitiki perut dan pinggangku yang membuat aku seperti cacing kepanasan.

Mbak Mi, bukanlah kakakku. Dia adalah orang yang bekerja untuk membersihkan rumahku dan membantu mamah mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Ya, orang biasa memanggil pekerjaannya dengan istilah pembantu rumah tangga. Rumahnya lumayan jauh bila ditempuh memakai sepeda karena tak ada transportasi lain selain sepeda yang bisa menembus desanya. Kurang lebih 4km jauhnya. Aku yang masih kecil merasa prihatin terhadapnya dan menganggapnya seperti kakakku sendiri.

Malam itu merupakan hari ke-3 ia bekerja di rumahku. Setelah kali pertama kulihat ia menangis, malam-malam selanjutnya aku selalu mengamati tiap malam pada jam yang sama. Dan bisa kusmpulkan kalau itu merupakan kegiatan rutinnya. Aku tidak berani menyapa. Tapi aku takut sekali jika lama kelamaan mentalnya terganggu. Dengan pikiran polosku aku berharap dia tidak bunuh diri.

Aku sangat kasihan padanya. Tidak lama, mungkin 2 tahun ia memutuskan untuk berhenti dan beristirahat di rumah saja. Aku masih saja mengkhawatirkannya. Tapi aku tak mau terlibat lebih jauh mengusik hubungan pribadi seseorang. 1 tahun berlalu, saat aku pulang sekolah dari kegiatan OSIS di SMP ku mamah tiba-tiba memanggil, “Yan .. Mbak Mi mau nikah lho .. Kamu ikut ke acara resepsinya nggak?” tanya mamah.

“Hah? Mbah Mi nikahan?? Yeee..!” teriakku girang. Aku spontan mendatangi mamah. “lihat undangannya dong mah!”

“Nih!” mamah meletakkan lipatan kertas merah di meja rias. Aku mengambil dan membukanya buru-buru.

Nami Hidayah dan Heru Winarto

Resepsi Pernikahan : Hari Minggu, 14 Januari 2008

Aku terdiam dan meletakkan undangan itu ke tempat semula. “Aku ga ikut ke resepsinya.”

“Kenapa?” tanya mamah. “Ada acara di sekolah, Mah.” Aku membuat alasan.

“Hari Minggu memang ada acara apa?” tanya mamah lagi. “Ada acara OSIS.” Senyumku palsu. Segera aku balik ke kamar kesayanganku dan ganti baju disana. Aku ga tega bila harus datang ke acara pernikahan yang tidak ada cinta disana. Aku ga mau melihat senyum pernikahan yang palsu. Yang aku tahu cinta itu haruslah indah. Allah, aku yakin Dia punya rencana tersendiri. Tapi..

Harusnya kita semua mengambil pelajaran dari kisah ini. Benar kan?

Sabtu, 07 Januari 2012

Kisah Ibu yang Ditelantarkan

Ini cerita dari Jepang kuno. Mudah mudahan bisa diambil hikmahnya...

Konon pada jaman dahulu, di Jepang ada semacam kebiasaan untuk membuang orang lanjut usia ke hutan. Mereka yang sudah lemah tak berdaya dibawa ke tengah hutan yang lebat, dan selanjutnya tidak diketahui lagi nasibnya.

Alkisah ada seorang anak yang membawa orang tuanya (seorang wanita tua) ke hutan untuk dibuang. Ibu ini sudah sangat tua, dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Si anak laki-laki ini menggendong ibu ini sampai ke tengah hutan. Selama dalam perjalanan, si ibu mematahkan ranting-ranting kecil. Setelah sampai di tengah hutan, si anak menurunkan ibu ini.

"Bu, kita sudah sampai",kata si anak. Ada perasaan sedih di hati si anak. Entah kenapa dia tega melakukannya.

Si ibu , dengan tatapan penuh kasih berkata :"Nak, Ibu sangat mengasihi dan mencintaimu. Sejak kamu kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta yang ibu miliki dengan tulus. Dan sampai detik ini pun kasih sayang dan cinta itu tidak berkurang.

Nak, Ibu tidak ingin kamu nanti pulang tersesat dan mendapat celaka di jalan. Makanya ibu tadi mematahkan ranting-ranting pohon, agar bisa kamu jadikan petunjuk jalan".

Demi mendengar kata-kata ibunya tadi, hancurlah hati si anak. Dia peluk ibunya erat-erat sambil menangis. Dia membawa kembali ibunya pulang, dan merawatnya dengan baik sampai ibunya meninggal dunia.

Mungkin cerita diatas hanya dongeng. Tapi di jaman sekarang, tak sedikit kita jumpai kejadian yang mirip cerita diatas. Banyak manula yang terabaikan, entah karena anak-anaknya sibuk bisnis atau sibuk dengan harta. Orang tua terpinggirkan, dan hidup kesepian hingga ajal tiba. Kadang hanya dimasukkan panti jompo, dan ditengok jikalau ada waktu saja.

Kiranya cerita diatas bisa membuka mata hati kita, untuk bisa mencintai orang tua dan manula. Mereka justru butuh perhatian lebih dari kita, disaat mereka menunggu waktu dipanggil Tuhan yang maha kuasa. Ingatlah perjuangan mereka pada waktu mereka muda, membesarkan kita dengan penuh kasih sayang, membekali kita hingga menjadi seperti sekarang ini.

Kisah di atas mengajari kita 3 hal. Pertama, kasih sayang seorang ibu tiada batasnya. Kedua, bagaimanapun keadaan anak dan seburuk apapun sikap anak terhadap ibunya, beliau selalu membalasnya dengan cinta kasih yang tak pernah luntur. Ketiga, bhakti anak kepada orang tua terutama ibunya diuji saat Ibu kita sudah memasuki usia tua. Walau kisah dilematis diatas, pada mulanya si anak ingin menelantarkan Ibunya namun pada akhirnya mengubah jalan pikirannya.


Seorang laki-laki datang kepada Nabi seraya berkata, "Wahai Nabi Allah! Saya muda dan kuat, siap bertindak dan berbakti, dan ingin sekali pergi ke medan jihad untuk kemajuan islam! Tetapi ibu saya tidak membiarkan saya meninggalkannya untuk pergi berperang." Nabi yang mulia bersabda, "Pergilah tinggal bersama ibumu. Saya bersumpah kepada Tuhan yang memilih saya sebagai Nabi, bahwa pahala yang engkau dapatkan untuk melayaninya meskipun hanya semalam, dan membahagiakannya dengan kehadiranmu, jauh lebih besar dari pahala perang jihad selama satu tahun."
nb: dengan syarat bahwa keabsenannya tidak membahayakan umat islam.


Hak-hak istimewa yang diberikan Islam bagi seorang ibu, adalah karena susah payah yang telah ditanggungnya dalam mengembangkan kehidupan rohani dan jasmani anak-anaknya. Seingga hanya para ibu yang melaksanakan tugas keibuannya dengan baik, membesarkan dan mendidik anak menjadi bergunalah, yang layak mendapatkan kedudukan dan hak istimewa tersebut.

Sedangkan ibu yang justru memilih untuk bersenang-senang, berfoya-foya meninggalkan kewajibannya mengasuh dan mendidik anak, serta membiarkan anaknya di panti asuhan, sesungguhnya telah melakukan kedzaliman yang tak termaafkan terhadap anaknya. Oleh karena itu tidaklah pantas ia mengharapkan keutamaan akan hak dan kewajiban seorang ibu.


Sumber :
http://www.welovehonda.com/kartinimuda/entry,detail,1391
Buletin Al-Haqq, edisi Desember 2011 BAI FK Unissula (www.bai-fkunissula.co.nr)